Renungan

Menakjubkan sungguh urusan orang yang beriman. Segala perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak terjadi kecuali pada orang beriman. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur, dan syukur itu baik baginya. Jika ditimpa musibah dia bersabar, dan sabar itu baik baginya (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi)

Khamis, 15 Mei 2008

Fahamilah: Hadharah dan Madaniyah

Hadharah dan Madaniyah... Apakah IA?

Dari segi istilah terdapat perbedaan antara Hadharah dan Madaniyah. Hadharah adalah sekumpulan mafahim (ide yang dianut dan mempunyai fakta) tentang kehidupan. Sedangkan Madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Hadharah bersifat khas, sesuai dengan pandangan hidup. Sementara madaniyah boleh bersifat khas, boleh pula bersifat umum untuk seluruh umat manusia. Bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah, seperti patung, termasuk madaniyah yang bersifat khas. Sedangkan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh kemajuan sains dan perkembangan teknologi/industri tergolong madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia. Bentuk madaniyah yang terakhir ini tidak dimiliki secara khusus oleh suatu umat tertentu, akan tetapi bersifat universal seperti halnya sains dan teknologi/industri.

Perbedaan antara hadharah dengan madaniyah harus selalu diperhatikan, sama perhatiannya terhadap perbedaan antara bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari suatu hadharah dengan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh sains dan teknologi/industri. Hal ini amat penting pada saat kita akan mengambil madaniyah, agar kita dapat membedakan bentuk-bentuknya atau agar dapat membedakannya dengan hadharah. Jadi, bentuk-bentuk madaniyah Barat yang lahir dari sains dan teknologi/industri, tidak ada larangan bagi kita untuk mengambilnya, akan tetapi madaniyah Barat yang dihasilkan dari hadharah-nya, jelas tidak boleh kita ambil, sebab kita tidak boleh mengambil hadharah Barat disebabkan jelas-jelas bertentangan dengan hadharah Islam, baik dari segi asas dan pandangannya terhadap kehidupan, mahupun dari erti kebahagiaan hidup bagi manusia.

Hadharah Barat berdiri atas dasar pemisahan agama dari kehidupan dan pengingkaran terhadap peran agama dalam kehidupan, yang berakibat munculnya faham sekuler, yaitu pemisahan agama dari urusan negara --suatu hal yang wajar bagi mereka yang memisahkan agama dari kehidupan dan mengingkari keberadaannya dalam kehidupan. Diatas dasar inilah mereka tegakkan sendi-sendi kehidupan beserta peraturan-peraturannya.

Konsep kehidupan menurut mereka adalah manfaat/maslahat semata-mata, Oleh kerana itu, manfaat menjadi ukuran bagi setiap perbuatan mereka. Manfaat merupakan dasar tegaknya sistem dan hadharah Barat. Dari sinilah manfaat menjadi faham yang menonjol dalam sistem dan hadharah ini. Menurut mereka, kehidupan ini hanya digambarkan dalam kerangka manfaat semata-mata. Adapun kebahagian mereka ertikan sebagai usaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin kenikmatan jasmani, serta tersedianya seluruh sarana kenikmatan tersebut.

Dengan demikian hadharah Barat tidak lain adalah hadharah yang dibangun atas mashlahat saja, sehingga tidak ada nilai lain selain manfaat. Mereka tidak mengakui apapun selain manfaat, yang juga mereka jadikan sebagai ukuran bagi setiap perbuatan. Akan halnya aspek kerohanian, maka aspek ini menjadi urusan peribadi yang tidak ada hubungannya dengan masyarakat dan terbatas hanya pada lingkungan gereja serta para gerejawan. Oleh kerana itu, dalam hadharah Barat tidak terdapat nilai-nilai moral, rohani, dan kemanusiaan. Yang ada hanyalah nilai-nilai materi dan manfaat semata. Atas dasar inilah segala aktivitas kemanusiaan diambil alih oleh organisasi-organisasi yang berdiri sendiri di luar pemerintahan, seperti organisasi Palang Merah dan missi-missi zending. Seluruh nilai-nilai telah tercabut dari kehidupan kecuali nilai materi semata, yaitu memperoleh keuntungan. Dari sini jelas bahwa hadharah Barat itu sebenarnya adalah himpunan dari mafahim tentang kehidupan sebagaimana yang diuraikan di atas.

Adapun hadharah Islam, adalah hadharah yang berdiri di atas suatu landasan yang bertentangan dengan landasan hadharah Barat. Pandangannya tentang kehidupan dunia juga berbeda dengan yang dimiliki oleh hadharah Barat. Demikian pula erti kebahagiaan hidup menurut Islam sangat berlawanan dengan erti kebahagiaan hidup menurut hadharah Barat.

Hadharah Islam berdiri atas dasar iman kepada Allah SWT, dan bahwasanya Dia telah menjadikan untuk alam semesta, manusia, dan hidup ini suatu aturan yang masing-masing harus mematuhinya, disamping telah mengutus junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan membawa agama Islam. Dengan kata lain, hadharah Islam berdiri di atas dasar aqidah Islam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab suci-Nya, Hari Kiamat, serta kepada qadla dan qadar baik buruknya dari Allah SWT. Jadi, aqidahlah yang menjadi dasar bagi hadharah ini. Dengan demikian hadharah ini berlandaskan suatu asas yang memperhatikan ruh (yaitu hubungan manusia dengan Pencipta).

Mengenai konsep kehidupan menurut hadharah Islam, sesungguhnya dapat dilihat dalam falsafah Islam yang lahir dari aqidah Islam serta yang menjadi dasar bagi kehidupan dan perbuatan manusia di dunia. Falsafah tersebut adalah penggabungan materi dengan ruh, atau dengan kata lain menjadikan semua perbuatan manusia agar berjalan sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya. Falsafah inilah yang menjadi dasar pandangannya tentang kehidupan. Sebab pada hakekatnya amal perbuatan manusia adalah materi, sedangkan kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah pada saat ia melakukan perbuatan tersebut, ditinjau dari halal-haram-nya perbuatan, adalah ruh. Dengan demikian terjadilah penggabungan antara materi dengan ruh. Atas dasar inilah, maka jalur perbuatan seorang muslim adalah perintah Allah dan larangan-Nya. Sedangkan tujuan mengarahkan amal perbuatan agar berjalan di atas jalur perintah Allah dan larangan-Nya adalah keridlaan Allah semata, sama sekali bukan manfaat.

Sedangkan maksud dilakukannya suatu perbuatan adalah nilai yang senantiasa diupayakan manusia tatkala dia melakukan suatu perbuatan. Nilai ini tentu saja berbeda-beda tergantung dari jenis perbuatannya. Adakalanya nilai itu bersifat materi, seperti misalnya orang yang berdagang dan bermaksud mencari keuntungan. Perbuatan dagangnya itu merupakan amal perbuatan yang bersifat materi, sedangkan yang mengendalikan perbuatan dagangnya adalah kesadarannya akan hubungan dirinya dengan Allah, sesuai dengan perintah dan larangan-Nya kerana mengharap ridla Allah. Adapun nilai yang ingin diperoleh dari aktivitas dagangnya adalah keuntungan, yang merupakan nilai materi.

Kadang-kadang nilai suatu perbuatan itu bersifat kerohanian, misalnya Shalat, Zakat, Shaum atau Haji. Ada pula yang bersifat moril, seperti jujur, amanah atau tepat janji. Atau dapat juga bersifat kemanusiaan, misalnya menyelamatkan orang yang tenggelam atau menolong orang yang berduka. Nilai-nilai semacam ini senantiasa diusahakan manusia untuk dapat terwujud saat ia melakukan perbuatan. Hanya saja nilai-nilai itu bukanlah penentu suatu perbuatan dan bukan pula tujuan utama dilakukannya perbuatan, melainkan hanya sekedar nilai perbuatan yang berbeda-beda tergantung dari jenis perbuatan.

Adapun kebahagiaan hidup menurut Islam adalah mendapatkan keridlaan Allah SWT, bukannya memuaskan keperluan-keperluan jasmani manusia. Sebab, pemuasan semua keperluan manusia baik yang bersifat jasmani mahupun naluri merupakan sarana mutlak untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, namun tidak menjamin adanya kebahagiaan.

Inilah pandangan hidup menurut Islam, dan inilah dasar bagi pandangan tersebut, yang menjadi asas bagi hadharah Islam, yang sangat berlawanan dengan hadharah Barat. Begitu pula halnya dengan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah Islam yang jelas-jelas bertentangan dengan bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah Barat.

Sebagai contoh, lukisan adalah sebuah bentuk madaniyah. Kebudayaan Barat menganggap bahwa lukisan perempuan telanjang yang menampilkan seluruh keindahan tubuh sebagai bentuk madaniyah yang sesuai dengan faham kehidupannya terhadap wanita. Oleh kerana itu, orang Barat memandangnya sebagai bentuk madaniyah yang bersifat seni yang sakral jika memenuhi syarat-syarat seni. Namun bentuk madaniyah semacam ini bertentangan dengan hadharah Islam dan berlawanan dengan pandangannya terhadap wanita, yaitu sebagai suatu kehormatan yang wajib dijaga. Islam melarang lukisan semacam ini, kerana akan merangsang syahwat biologis lelaki/wanita yang berasal dari naluri melestarikan jenis manusia dan dapat menyebabkan kebejatan akhlak.

Contoh lain apabila seorang muslim hendak mendirikan rumah yang merupakan salah satu bentuk madaniyah, maka ia akan membangun rumahnya sedemikian rupa agar jangan sampai aurat wanita penghuni rumah mudah terlihat oleh orang luar, misalnya dengan mendirikan pagar di sekeliling rumahnya. Lain halnya dengan orang-orang Barat, tentu mereka tidak memperhatikan hal-hal semacam ini sesuai dengan hadharah-nya.

Begitu pula halnya dengan seluruh bentuk madaniyah yang dihasilkan dari hadharah Barat seperti misalnya patung dan sejenisnya. Demikian juga dengan pakaian, apabila memiliki ciri khas bagi orang-orang kafir yang disebabkan kerana kekufuran mereka, maka tidak boleh dipakai oleh orang muslim (seperti baju pendeta, baju padri kristian, dan lain-lain, pent.). Sebab, pakaian semacam ini menyandang pandangan hidup tertentu. Akan tetapi apabila tidak demikian, yakni jika telah menjadi kebiasaan dalam berbusana dan tidak dianggap sebagai pakaian khusus orang kafir melainkan hanya dipakai untuk sekedar memenuhi keperluan atau pemanis busana, maka dalam hal ini pakaian tersebut termasuk dalam jenis bentuk-bentuk madaniyah yang bersifat umum dan boleh dikenakan.

Adapun bentuk-bentuk madaniyah yang dihasilkan oleh sains dan teknologi/industri seperti alat-alat laboratorium, alat-alat kedokteran, mesin-mesin industri, perabotan rumah tangga, permadani, dan sebagainya. Semua ini merupakan bentuk-bentuk madaniyah yang bersifat universal, sehingga boleh kita ambil tanpa khawatir terhadap sesuatu. Sebab, bentuk-bentuk ini tidak dihasilkan dari hadharah serta tidak ada hubungan dengan hadharah.

Dengan melihat selintas saja pada hadharah Barat yang berkuasa di dunia dewasa ini, maka kita dapati bahwa hadharah ini tidak mampu menjamin ketenangan dan ketenteraman manusia. Malah sebaliknya, hadharah ini telah menyebabkan kesengsaraan yang diderita oleh seluruh dunia. Hadharah yang dasarnya memisahkan agama dari kehidupan, yang bertentangan dengan fitrah manusia, dan tidak memandang aspek spritual sedikit pun dalam kehidupan umum, memandang bahwa kehidupan dunia sebagai manfaat belaka, serta menjadikan hubungan sesama manusia berdasarkan pada manfaat saja. Hadharah semacam ini tidak menghasilkan apa-apa selain kesengsaraan dan keresahan yang terus-menerus. Sebab, selama manfaat dijadikan asas, akan mengakibatkan perselisihan dan baku hantam dalam memperebutkannya serta membina hubungan sesama manusia dengan mengandalkan kekuatan, menjadi sesuatu yang wajar. Oleh kerana itu, penjajahan merupakan hal yang wajar bagi penganut hadharah ini. Akhlak pun menjadi guncang. Sebab, hanya manfaat saja yang tetap menjadi asas kehidupan. Dengan demikian, wajarlah jika akhlak telah tergeser dari kehidupan masyarakat Barat, sama halnya dengan tergesernya nilai-nilai kerohanian. Bahkan menjadi wajar pula bila kehidupan ini berjalan atas dasar persaingan, permusuhan, baku hantam, dan penjajahan. Adanya krisis kerohanian dalam diri manusia, keresahan yang kronis, serta kejahatan yang merajalela di seluruh dunia merupakan bukti nyata dari dampak hadharah Barat. Sebab, hadharah inilah yang kini berkuasa di seluruh dunia, dialah yang menimbulkan berbagai dampak yang berbahaya dan membahayakan kelangsungan hidup umat manusia.

Namun apabila kita mengamati hadharah Islam yang pernah berkuasa di dunia sejak abad VI hingga akhir abad XVIII M, kita dapati betapa hadharah ini belum pernah menjadi penjajah kerana memang bukan tabiatnya untuk menjajah. Hadharah ini tidak membedakan antara kaum muslimin dengan yang lainnya. Dengan demikian, keadilan terjamin bagi seluruh bangsa yang pernah tunduk di bawahnya selama masa kekuasaan Islam. Kerana hadharah ini berdiri atas dasar ruh yang berusaha mewujudkan seluruh nilai-nilai kehidupan, baik itu nilai materi, spiritual, moral, mahupun kemanusiaan; disamping menjadikan aqidah sebagai titik perhatian dalam hidup ini. Kehidupan pun dipandang sebagai kehidupan yang berjalan sesuai dengan perintah Allah dan larangannya. Adapun kebahagian hidup adalah dengan meraih keridlaan Allah SWT. Apabila hadharah Islam kembali berkuasa di dunia ini sebagaimana pada masa sebelumnya, tentu hadharah ini akan mampu menangani berbagai krisis yang melanda dunia dan akan mampu menjamin kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Rujukan : Nidzomul Islam (Taqiyuddin An-Nabahani)

0 comments: