Renungan

Menakjubkan sungguh urusan orang yang beriman. Segala perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak terjadi kecuali pada orang beriman. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur, dan syukur itu baik baginya. Jika ditimpa musibah dia bersabar, dan sabar itu baik baginya (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi)

Jumaat, 26 September 2008

Dziki-dzikir Cinta - Menyelami Kehidupan Seorang Santri

Anam Khoirul Anam itulah nama sang penulis. Melihat fizik novelnya, saya tidak terasa tertarik (jujur dariku). Tapi apa yang terzahir bukanlah menafsirkan isinya. Kadang luarnya cantik, tapi isinya memualkan. Ibarat kata: “Don’t judge the cover”, maksudnya jangan suka-sukanya kita menilai sesuatu itu dengan hanya melihat luarannya, dan mengabaikan dalamannya. Itulah muqaddimah awal dari saya dalam resensi kali ini. Bukan apa, khawatir ada yang ingin membeli, lalu bertukar fikiran lantaran kerana fizik luarannya tidak cantik gitu lho. Ayuh teruskan baca ya.

Membaca novel ini, membuat saya mengimbau kenangan lalu sewaktu saya sedang belajar di Pondok Pesantren. Menjadi santri, memang suatu kenangan yang luar biasa. Oh, saya tidak boleh menceritakan semuanya di sini, di atas keterbatasan medium ini. Rusli adalah tokoh utama dalam novel ini. Ia seorang santri sekaligus ustaz di pesantren yang terdiri dari dua pengasuh, di antaranya Gus Mu’ali pengelola santri puteri dan Gus Mahfudz pengelola santri putera.

Di sisi lain penulis juga menceritakan perempuan Kristiani, Sukma. Ia memiliki ketertarikan pada ajaran Islam. Ketertarikan itu bermula saat dalam setiap mimpinya didatangi seorang laki-laki berjubah putih mengajaknya melakukan solat. Singkatnya Sukma pun masuk islam lewat perantara sahabat karibnya sendiri, Nikmah. Oleh kerana pengetahuan Sukma tentang Islam belum sempurna disertai dengan semangat untuk mendalami agama islam itu sendiri, maka ia pun mengikuti jejak Nikmah yang kebetulan menjadi santri senior di pondok Gus Mu’ali, satu pondok dengan Rusli.

Dalam kesempatan lain, Rusli diberi tugas oleh kiayinya Gus Mahfudz untuk mengajarkan qori’ (seni membaca al-Qur’an) kepada santri putri, salah satu di antaranya adalah Sukma. Dari situlah pertemuan pertama antara Rusli dengan Sukma terjadi.

Sebagai manusia biasa, keduanya (Rusli dan Sukma) mulai ada kesamaan rasa, hingga kemudian keduanya menjalin hubungan dengan sembunyi-sembunyi. Lewat Nikmah, keduanya saling mengirim surat , namun tak pernah melakukan pertemuan. terkecuali saat orang tua perempuan Sukma meninggal dan ketika Gus Mahfud mempertemukan keduanya (pada cerita terakhir).

Pada saat hubungan keduanya mencapai puncak kenikmatan batin, ada pihak ketiga yang ternyata sangat mencintai Rusli. Dia adalah Fatimah, anaknya Gus Mahfudz sendiri. Awal mula terungkapnya cinta Fatimah, bermula dari pinangan Kiai Latif yang ditolak keras oleh Fatimah. Kemudian dengan jujur Fatimah mengatakan pada ayahnya bahawa, cintanya hanya untuk Rusli semata.

Titik kemuncaknya, sang guru lalu memanggil Rusli dan bertanya sama ada dia sudah punya pacar atau tidak (dengan hasrat untuk menikahkan anaknya jika Rusli belum berpunya). Namun, Rusli bingung untuk berkata jujur dan maksud dari pertanyaan tersebut, kerana di pesantren sememangnya tidak dibenarkan berpacaran, dan akibatnya jika ketahuan adalah santri tersebut akan dikenakan ta’zir (denda). Akibatnya, Rusli ditawarkan untuk dinikahkan dengan anaknya Fatimah yang secara sembunyi telah menaruh cinta terhadap Rusli. Rusli menerimanya kerana khawatir mengecewakan sang guru dan takut kualat (bencana bagi orang yang tidak mengikut kehendak para alim ulama’, pent), walau sanubarinya sukar untuk menerima tawaran tersebut. Bagai tertusuk sembilu, Sukma harus menerima kenyataan putusnya hubungan dengan Rusli. Dan sebaliknya Rusli juga bahawa dia telah rasmi menjadi suami kepada orang yang tidak ia cintai, namun ia hormati dan ia junjung tinggi. Tetapi cinta Rusli terhadap Sukma tidak pernah sirna, hanya saja ia berhenti saling mengirim surat . Sedang Sukma menenggelamkan diri dalam kesufiannya.

Ternyata takdir berbicara lain, setelah memiliki satu anak, Fatimah memenuhi panggilan Yang Maha Kuasa. Namun dengan kearifan sikap Gus Mahfudz, Sukma diminta kerelaannya untuk menjadi ganti Fatimah setelah hubungannya dengan Rusli (sebelum hadirnya Fatimah sebagai istri Rusli) terbongkar. Namun, sekali lagi Rusli harus menerima kenyataan pahit kerana Sukma juga ikut menyusul kepergian Fatimah.

Saya melihat, novel tersebut ada ciri-cirinya sendiri, iaitu menampilkan kultur sosio budaya jawa yang sebenarnya. Walau tidak sehebat novel Ayat-ayat Cinta, namun Dikir-dziki Cinta masih punya citra tersebdiri. Tidak basa basi, tapi terampil adanya. Suasana pergaulan dan peristiwa-peristiwa yang sememangnya terjadi hampir di semua Pondok Pesantren digambarkan oleh Sang Penulis dengan baik, walau menggunakan gaya bahasa yang sederhana. Tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangan, novel ini masih kurang dari sudut pengolahan gaya bahasan dan penulisan. Ini kerana, saya belum boleh mengikuti rentak emosi hatta menangis dalam setiap tragedi yang menimpa. Gaya bahasa yang mendatar dan penunjukan peristiwa yang straight forward tanpa ada bingkai antonasi yang menghiasinya. Di sisi lain, seharusnya penulis memberikan catatan kaki bagi bahasa jawa yang sering digunakan, untuk memudahkan pembaca selain jawa (seperti saya, hehe) memahaminya. Namun, ia tidaklah mengurangi rasa kagum saya terhadap penulis, kerana saya dapat tahu bahawasanya Dikir-dikir Cinta adalah karya pertama Anam Khoirul Anam. Kalaulah saya dibandingkan dengan beliau, mungkin terlalu jauh berbeza, hehe. Pembaca budiman, selamat membaca dan meneroka dunia santri dengan Dikir-dikir Cinta.

Wallahu’alam...

Read More..

Khamis, 25 September 2008

Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan... Oops!


Alangkah seringnya

Mentergesai kenikmatan tanpa ikatan
Membuat detik-detik di depan terasa hambar

Belajar dari ahli puasa
Ada dua kebahagiaan baginya
Saat berbuka dan…
Saat Allah menyapa lembut memberikan pahala

Inilah puasa panjang syahwatku
Kekuatan ada pada menahan
Dan rasa nikmat itu terasa, di waktu buka yang penuh dengan kejutan

Coba saja
Kalau Allah yang menghalalkan
Setitis cicipan surga
Kan menjadi shodaqoh berpahala

====================((()))======================

Membaca judulnya saja, sudah membuat saya “jatuh cinta”. Jatuh cinta pada kaligrafi kata. Tertulis dengan penuh makna. Ia berjudul “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”. Terdetik di hati saya untuk membeli sekali gus membacanya sewaktu 2 tahun lalu. Jujur saja, jika Ayat-ayat Cinta adalah novel pertama yang pernah saya baca satu ketika dulu, maka NPSP (ringkasnya : Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan) adalah buku yang bercorak laden menasihati umat manusia pertama yang saya beli satu ketika dulu. Buku yang mirip-mirip judulnya seperti Kupinang Engkau Dengan Hamdalah (Mohammad Fauzil Adhim). Ya tentu saja subjek utama adalah para penggiat cinta di luar sana. Mereka sering bertindak atas cinta, padahal mereka justeru menodai cinta. “Tragedi couple” sering membayangi kita ketika melihat tingkah remaja masa kini. Oh, kalaulah bukan kerana cinta dan rahmat ilahi, tentu penulis juga telah terjerat dengan topeng cinta. Nau’dzubillah Min Dzalik. Ya Tuhan, hambamu bersyukur di atas nikmat yang Engkau kurniakan.

Isi yang padat dengan ilmu dan sarat dengan cerita yang penuh hikmah adalah komen utama dari saya sebagai peminatnya. Ya, peminat bukunya lho, bukan orangnya. Secara peribadi, saya kagum dengan penulisnya iaitu Salim A.Fillah, yang ketika menulis buku ini beliau belum menikah dan sekarang sudah menggenapkan separuh deen-nya, Alhamdulillah. Buku ini membahas seputar masalah pacaran dan pernikahan di dalam islam, serta mengungkap fakta-fakta yang diumbar oleh manusia yang menggelar sang pencinta, tapi malah justeru kabur akan makna hakikinya. Rasulullah saw bersabda:

““Jika seorang hamba menikah, maka telah menjadi sempurnalah setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada sebahagian lainnya” (HR Al Hakim dan Ath-thabrani dari Anas bin Malik)

Inti di dalam buku ini adalah bersandarkan kepada hadis nabi di atas, iaitu pernikahan adalah jalan sebenar untuk berpacaran. Ya, buku ini tentunya bukan hanya membahas tentang pacaran dan liku-liku zina itu sendiri lho. Tapi lebih dalam, Buku ini juga membahas tentang pernikahan itu sendiri, bagaimana menciptakan pernikahan yang barokah yang tetap terjaga keromantisannya hingga ajal memisahkan dan tentu saja sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Kecemburuan adalah sesuatu hal yang sah-sah saja dan suami juga diharuskan berhias untuk istrinya sebagaimana seorang suami selalu menginginkan istrinya dalam keadaan yang cantik, hal-hal tersebut telah ada dalam Islam. So, jika kita ingin pernikahan kita last forever until death separates us, just follow our messenger Rasulullah Muhammad SAW. Insya Allah, ketika kita menikah di bawah naungan Islam, Allah akan mengkaruniakan ketenteraman itu ke tengah-tengah rumah tangga kita. Ameen.

Akhirul Kalam... “Sesungguhnya, di dunia ini terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir”.

Wassalam...

Read More..

Mukjizat Cinta - Kehidupan Bukan Sia-sia

"Aku mencintaimu bukan karena kamu tidak mempunyai kekurangan. Untuk men-dapatkanmu, aku rela mengorbankan kehidupan dan cita-citaku, karena aku tahu hanya bila bersamamulah akan lahir kehidupan baru dan cita-cita baru yang lebih mulia dan menentramkan jiwa..." kata Syamsul kepada Fatmah.

Novel religius ini menghadirkan orang-orang yang memilih hidup dengan hanya berpegang teguh pada kebersihan hati dan cinta sejati yang tak terbatas dan membutakan. Rupanya, di atas prinsip itu, mereka menemukan kekuatan luar biasa yang mampu menenteramkan jiwa mereka. Inilah yang disebut Mukjizat Cinta, bagaimana dengan anda? Sudahkah anda hidup dengan prinsip tersebut?






==========================((())))=============================

Mukjizat Cinta, mungkin judulnya terlalu sakral bagi saya sehingga perlu ada penafsiran akan maknanya. Jika novel seperti Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih menjadikan Mesir sebagai landskap novel. Tetapi, novel ini menggunakan landskap yang berbeza iaitu Kalimantan-Malaysia-Mesir. Tidak kalah seperti novel lainnya, novel ini juga berjaya memberikan gambaran setting dan lahan tempat yang diceritakan. Tempat-tempat serta peristiwa yang diceritakan seperti terpampang di depan mata, tanpa mengurangi fakta adanya.

Oleh sebab novel-novel saya banyak yang dipinjam oleh teman-teman termasuk saudara saya sendiri (diorang ni baca buku atau buat buku, lama sangat khatamnya, hehe). Jadi resensi tulisan ini hanya sekadarnya saja, tanpa menokok tambah dan membawa maksud lain dari apa yang cuba disampaikan oleh penulisnya iaitu Muhammad Masykur A.R. Said, kerana untuk membuat sinopsis yang ringan dan mantap untuk tatapan pembaca harus merujuk kepada buku asalnya sendiri. Novel ini merilis kisah tentang perjalanan seorang musafir yang menyahut panggilan sahabatnya yang berada di Kalimantan. Sahabat baiknya tika di belajar di Mesir. Perjalanannya ke Kalimantan, dan setelah itu dia terpaksa dan harus ke Malaysia, demi untuk menjalankan amanah sahabatnya yang berada dalam tenat, akibat tragedi yang menimpa. Tragedi hati dan jiwa yang lara. Setelah terpaut dengan cinta dan janji, namun akhirnya harus tunduk dengan ketentuan keluarga dan takdir ilahi. Pasrah adalah jawapannya, sabar adalah bingkainya. Manakala kehidupan harus diteruskan, walau tidak sesempurna yang diharapkan.

Sekali lagi, cinta menjadi bahan aneka yang dirungkai dalam bentuk yang misteri dan membingkai maksud mukjizat cinta. Siapa sangka, orang yang kita cintai nantinya akan menikah dengan sahabat baik kita, dan isteri yang pada awalnya tidak didasari cinta pernikahan itu, malah justeru cinta tumbuh dan membenih lalu mengakar di lautan hati manusia. Pernah baca novel “Pudarnya Pesona Cleopatra”? jika belum, saya sarankan bagi yang mempunyai hasrat menikah dengan susuk jelita dan tampan agar membacanya, dan saya akan cuba menulis resensinya kelak. Tapi, bagi yang usai membacanya, maka alur ceritanya seakan-akan mirip dalam kehidupan yang menimpa Syamsul kepada Isterinya. Cuma masih berbeza dari sudut olahannya.

Akhirnya, cinta yang berstatus dendam lalu bersemi di pelupuk air mata, dan membanjiri kota dengan kasih sayang. Khidupan penuh dengan citra cinta dan kasih sayang, bersatu dalam erti Mukjizat Cinta.

Wallahu’alam...

Read More..

Lafazh-lafazh Cinta – Menyingkap Tabir Hikmah

Manusia bergelar apa pun di dunia pasti melakukan dosa dan melakar fitnah, kecuali Nabi saw yang ma'shum. Tapi, dengan dosa yang ia tanggung, tumbuh bibit cinta pada Sang Ilahi. Di kala dia harus hidup berdampingan dengan lembah prostitusi yang penuh kemaksiatan, kejahatan dan kekufuran... malah di tengah lumpur dosa itulah bersinar cahaya yang tumbuh berisi pahala dan kasih Allah SWT bagi mereka yang ikhlas dan istiqamah mengumandangkan asma Allah SWT, bersujud kepadaNya serta membaktikan hidupnya untuk mengobarkan nyala iman di relung hati sang pencinta. Inilah hati dan jiwa yang penuh dengan cinta yang selalu menyala dari lembah prostitusi.

Berdakwah di antara pendosa memang sungguh berat, seberat memikul gunung. Begitulah yang berlaku pada Wardah, anak kiayi yang satu ketika pernah melakukan dosa dan noda terhadap dirinya sendiri. Siapa tahu, setelah itu dia menjadi benih harapan bagi orang-orang yang pernah melakukan dosa, tatkala masyarakat hanya memandang sebelah mata bagi mereka. Memang, Allah punya rencana yang berbeza. Hala tuju yang sukar ditafsir dan diteka oleh siapa pun. Inilah inti hikmah dari novel yang sarat dengan norma-norma kehidupan ini.

======================((()))==========================

Ini adalah novel karangan Hadi S. Khuli yang kedua sekali gus sebagai rentetan cerita dari novel Derap-derap Tasbih yang sebelumnya. Jika dalam novel pertama Hadi S. Khuli menggarap cerita seputar di Indonesia, namun di novel kedua ini berbeza dan mempunyai inti pati yang lebih global dan sarat dengan pemikiran. Fatih, yang mendapat biasiswa belajar ke luar negara, telah berjumpa dan bersahabat dengan seorang penulis juga sepertinya. Mantan ethies alias non-muslim itulah sahabatnya. Diolah dengan begitu sempurna yang dapat menyapa hati dan nurani pemikiran, dialog kedua sahabat tersebut memang selalu membuat saya sendiri berfikir sejenak.

Seperti novel-novel lain yang dihiasi dengan bumbu-bumbu cinta dan persahabatan. Begitulah novel ini kebersamaannya. Namun, cinta hanyalah pelengkap dalam memenuhi bingkai kehidupan. Itulah manusia yang lemah dan perlukan cinta untuk mengisi ruang kelemahannya. Dengan cinta ia bernafas, dan dengan cinta ia lahir sebagai hamba Allah yang senantiasa memerlukanNya. Fatih yang berjaya menambat hati seorang doktor yang sebelumnya seorang gadis biasa yang tidak mengenal erti cinta pada Sang Ilahi. Tetapi dengan cinta semuanya berubah. Yang kotor boleh bersih kerana cinta. Orang miskin boleh kaya kerana cinta. Boleh merubah sesuatu dengan keajaiban cinta padaNya. Bersenandung Lafazh-lafazh Cinta.

Wallahu’alam...

Read More..

Rabu, 24 September 2008

Sin Chan – Agenda Yang Tersembunyi

Saya lupa, sejak bilakah kartun Sin Chan ini menembusi layar televisyen di Malaysia. Tapi apa yang pasti, pada awal kemunculannya sudah berjaya membuat penonton tergelak terkehe-kehe (termasuk penulis). Watak protagonis ini amat lucu dengan adegan-adegan yang diaksikannya. Tentu tidak keterlaluan jika saya mengatakan watak Sin Chan ini adalah watak pelawak yang diada-adakan, namun berjaya membawa sifat tersebut dalam aksi yang santai dan bersahaja. Maaf, saya tidak berniat untuk membahas segala karektor Sin Chan dalam penulisan kali ini. Cuma, saya ingin mengajak pembaca yang budiman untuk mencermati agenda di sebalik kartun yang melucukan ini.

Lawak & Adegan Yang... Mempesonakan

Adakah anda seorang peminat kartun Sin Chan? Kalau pun anda bukan peminat, namun kita masih boleh mengetahui secara umum apa content cerita yang ada di dalam cerita kartun tersebut. Mulai dari sifat nakalnya Sang Protagonis (watak utama) di dalam rumah. Watak yang sering menyakiti ibunya dengan sindiran-sindiran, perlakuan yang kurang enak dipandang dan sering memperlihatkan kedegilannya di dalam rumah adalah merupakan bingkai cerita di dalam kartun ini. Sifat miangnya yang seolah-olah dia sudah mengerti akan sifat seksual manusia menjadikannya watak yang unik dan menghiburkan. Tidak lepas dari hal-hal tadi, watak Sin Chan juga melakukan hal-hal di luar kebiasaan anak-anak seusianya, seperti apa ya...? ya, mungkin kita sendiri boleh menekanya. Mungkin agak porno untuk menuangkannya di sini. Tetapi, siapa saja yang pernah menonton pasti tahu apa yang saya maksudkan. Sifat lancangnya kepada ibunya yang terkadang membuat kita tergelak, namun di sebalik semua itu, saya pasti ada agenda yang disembunyikan. Ada muslihat yang ditutupi. Ada paradigma yang dijaja dalam seni kartunis tersebut. Setelah itu apa? Ya mungkin kita yang dewasa ini boleh saja santai begitu saja, tanpa ada apa-apa. Tapi, bagaimana dengan anak-anak kita? Yang belum boleh meng-ertikan sesuatu perkara itu adakah baik atau buruk.

Manis Bukan Bererti Madu

Dari Said Al-Khudri, dari Nabi saw bersabda:” Kamu pasti akan mengikuti sunah perjalanan orang sebelummu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga walaupun mereka masuk lubang biawak kamu akan mengikutinya”. Sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah saw apakah mereka Yahudi dan Nashrani”. Rasul saw menjawab, ”Siapa lagi!” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Memang tidak terasa bahawa apa yang disajikan di dalam kartun Sin Chan itu membahayakan. Namun, perkabaran dari Nabi di atas sudah jelas membawa erti pedoman kepada kita bahawasanya kesesatan itu tidak selalunya nampak, kesalahan itu tidak selalunya dihiasi aroma perfume, dan tidak semestinya manis itu bererti madu. Itulah hakikatnya. Apa yang kita nampak baik, tidak semestinya baik di sisi syara’, begitulah hakikat di dalam kehidupan. Memang, pengaruh buruh yang disodorkan oleh musuh-musuh islam khususnya barat dengan idea weternisasi telah banyak melemahkan daya pemikiran umat islam, sehingga umat islam tidak mampu untuk berfikir dan membezakan dengan jelas sesuatu perkara itu. Setiap apa yang datang, umat islam hanya mengambilnya tanpa menyelidikinya dan membuat perhitungan di sisi agama. Itulah hakikatnya yang tidak dinafikan oleh siapa pun.

Oleh itu, di dalam kesempatan ini penulis berharap agar kita sebagai umat islam senantiasa berwaspada dengan agenda-agenda yang dibawa oleh musuh-musuh islam. Perhatikanlah anak-anak (maksud anak-anak di sini adalah umum) kita agar mereka tidak terjerumus ke lembah yang nista. Jadikanlah Al-quran dan sunah sebagai panduan kita sepanjang masa, yang mana kita tidak akan sesat sepanjang masa.

Wallahu’alam...

Read More..

Kadang Kita Tidak Sedar

Pembaca yang budiman, jujur saja bahawa saat ini saya kehabisan akal untuk menulis. Tapi, oleh sebab semangat dan ruang waktu masih tersisa, maka tidak akan saya sia-siakan dengan melakukan hal-hal yang lagho (melalaikan). Terus terang, menulis membuat hati saya tenteram dan pemikiran saya lebih terkedapan. Oh maaf, bukan bermaksud untuk berbangga diri atau angkat bakul, masuk sendiri. Eh salah, Cuma jenaka lho. Emang, kalau masuk bakul, boleh angkat sendiri ke? Pepatah yang unik, dan praktiknya juga boleh membidani dunia falsafah, hehe.

Mengenai penulisan saya kali ini, saya ingin mengajak diri saya serta pembaca yang budiman sekalian agar mengimbau masa lalu dan kini tentang interaksi kita di dalam keluarga. Ramadhan kali ini semakin membuat saya lebih sedar akan ertinya tawadhu’ dan erti merendah diri serta merasa diri sering kekurangan, malah sering berbuat kesalahan. Kalau kita menyedarinya, lalu kita berubah, maka alhamdulillah. Bagaimana jika sebaliknya? Kita melakukan kesalahan tersebut adalah kerana kejahilan dan ketidaksedaran kita sendiri. Mungkin ia menyangkut hal-hal yang remeh, namun saya menuangkan apa yang perlu saya tuangkan dalam penulisan kali ini, agar menjadi iktibar kepada teman-teman serta pembaca sekalian, moga kita senantiasa mendapat rahmat ilahi.

Mengimbau Masa Lalu

Perkara normal dan alami yang dilakukan oleh manusia adalah dengan mengimbau masa lalu. Sama ada orang tersebut adalah penulis, pelajar, karyawan, pekerja runcit dan selain yang disebutkan itu pasti pernah mengimbau masa lalu. Kalaupun tidak sering, paling tidak pernah lho. Cuba saja tanya pada diri anda (jujur tau). Tentu kita pernah mengimbau detik-detik yang pernah terjadi pada diri kita, baik pada saat manis atau pahit, baik pada saat romantis atau sadis, dan begitulah seterusnya.

Kali ini, saya ingin mengajak para pembaca budiman untuk mengimbau masa lalu tentang sekilas interaksi yang berlaku di antara kita dengan orang tua kita. Telah banyak yang mengupas dan membahaskan tentang tanggungjawab dan kewajipan kita sebagai anak kepada orang tuanya. Jadi, saya tidak ingin mengulang semula sekian banyaknya penulisan yang sedia ada itu. Jika anda masih ingin mengetahuinya secara lebih detail, senang saja. Taip kata kunci di google, pasti akan keluar sekian banyaknya penulis yang telah membahaskannya. Tapi, saya menggunakan metode yang berbeza, iaitu hanya ingin mengoreksi sedikit berkenaan interaksi yang ada agar kita tidak menyangka ia adalah baik bagi kita, namun pada hakikatnya adalah sebaliknya di sisi syariat.

Pernahkah Terjadi?

Satu saat saya pulang ke rumah pada waktu petang, lalu saya masuk ke kamar tanpa melihat makhluk lain di rumah saya kecuali komputer dan alat peribadi di kamar saya. Lalu, ibu saya memanggil saya agar makan (kerana beliau sudah masak sesuatu khas untuk anak kesayangannya ini lho :-D). Namun, saya hanya menjawab ringkas dengan mengatakan bahawa saya sudah makan di luar. Bagi posisi kita yang serba fleksibel mungkin akan tidak merasa apa-apa. Namun percayalah, setelah saya mengimbau masa lalu itu, saya cukup kesal dan berlaku tidak adil kepada ibu saya. Saya tidak memberitahunya ketika ingin keluar bahawa saya akan makan di luar. Paling tidak, saya menelefon dan memberitahunya bahawa saya sudah makan di luar. Pernah Terjadi pada diri anda?

Malam itu, selepas waktu isyak’ dan usai mengerjakannya saya terus menonton televisyen. Ketika itu, ayah saya kelihatannya sedang bersiap untuk keluar menjemput ibu saya di tempat kerja. Oh, saya sedar ketika itu wajah pada diri ayah saya kelihatannya kelesuan, akibat kerja yang dilakukannya ketika waktu siang tadi. Ayah saya pekerja buruh dan kerja banting tulang untuk keluarga. Maka tidak hairanlah, jika wajah ayah kelihatan begitu. Namun, saya hanya terus menonton televisyen tanpa menyapa susuk tubuh ayahku. Tanpa bertanya akan keperitannya dan menawarkan diri untuk menjemput emak. Paling tidak, saya bertanyakan khabar dan menyapanya sepintas lalu. Oh ayah, saya faham bahawa engkau keletihan demi menyara keluarga kita. Andai waktu boleh berputar mengikut kehendak manusia, maka akan kuputar agar anakmu ini tidak hanya menonton, tapi akan menggalas tugasmu yang tidaklah seberat beban yang dikau galas semenjak saya dilahirkan. Pernah terjadi pada diri anda?

Sekilas Tentang Kewajipan Anak Kepada Orang Tua

Allah SWT berfirman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya, ibunya telah mengandungkannya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyusukannya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan kepada dua orang ibu bapamu, hanya kepada-Ku kembalimu.” (QS Luqman[31]: 14)

Menghormati kedua orang tua adalah kewajipan kita semua makhluk yang bergelar anak. Praktiknya telah ditunjukkan oleh baginda nabi bagaimana tatacaranya. Namun, pengetahuan yang berbasis teori tanpa penghayatan di dalam kehidupan tidaklah bermakna. Walaupun kita bergelas ustaz, guru atau orang yang disegani, semua itu hanyalah gelaran dan status yang diberikan manusia. Manakala, manusia tidak lepas dari salah dan silap sebagai makhluk yang serba lemah. Perkara yang remeh kita anggap remeh, namun pada hakikatnya ia perlu dicermati dan difikirkan bersama. Ini kerana, tanggungjawab anak kepada orang tua adalah sangat besar. Dari Abu Hurairah RA bahawa Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang anak tidak dapat membalas ayahnya, kecuali anak tersebut mendapati ayahnya menjadi budak kemudian ia membelinya dan memerdekakannya.” (Riwayat Muslim dan Abu Dawud)

Makna hadis tersebut adalah bahawa seorang anak tidak akan dapat membalas jasa ayahnya, kecuali jika ayahnya menjadi seorang hamba yang dimiliki oleh orang lain lalu si anak memerdekakannya, yakni membebaskan ayah dari perhambaan. Maka, barulah seorang anak dikatakan berjaya membalas jasa ayahnya. Memerdekakan hamba adalah pemberian yang paling utama yang diberikan oleh seseorang kepada orang yang lain.

Namun perlu dicatat bahawa hormat dan patuh kita pada mereka haruslah pada perkara-perkara selain maksiat kepada Allah SWT. Ini berdasarkan pada nas-nas yang melarang bagi kita untuk tunduk patuh pada makhluk dalam hal-hal yang maksiat. Oleh itu, penulis berharap, dengan penulisan yang serba sederhana dan penuh kekurangan ini, dapat memberi manfaat kepada pembaca dan tentunya kepada penulis sendiri untuk memperbaiki interaksi kita kepada manusia yang bergelar ayah dan ibu.

Wallahu’alam....

Read More..

Ayat-ayat Cinta The Movie - Komen Ringkasku


Melihat ramai peminat novel AAC telah mengomentari tentang AAC The Movie ini, penulis berasa ingin berkongsi sama tentang pengamatan penulis semasa dan selepas menontonnya. Alhamdulillah, saya usai menontonnya pada bulan Mei lalu. Saya menontonnya di laptop saya sendiri, yang saya copy file-nya dari teman akrab saya. Basri & Fawaz, thanks kerana kamu berdua telah bersusah payah berulang alik ke tempat kerja semata-mata untuk berziarah dan memenuhi permintaan temanmu ini untuk memberi file-nya. Semoga kita bakal ketemu lagi kelak, insyaAllah.

Sinopsis cerita memang tidak jauh berbeza, cuma ada sedikit modifikasi dari sudut olahan cerita. Dan tidak sesempurna seperti novel asalnya, dimana pembawaan watak Fahri tidaklah terlalu tinggi pembawaan citranya, kerana watak di dlm-nya seimbang. Saya tidak mahu banyak ‘mengkritik’ pembawaan watak dan jalan ceritanya, kerana antum sekalian boleh membacanya di blog-blog lain yang telah banyak membahaskannya. Jadi, jika saya membahaskan isi yang sama, maka ia agak membosankan dan membuang waktu serta tenaga.

Memang, antara novel dan movie tidak boleh dibandingkan dan dibuat perbandingan. Ini kerana bahasa novel berbeza dgn bahasa filem. Namun, ia masih boleh dibuat kalkulasi mutunya. Pada pendapat saya, filem tersebut ok, cuma adegan-adegan seperti berdua-duaan masih belum boleh dipertimbangkan dari sisi syariat.

Maria, Aisyah... 2 watak yg mencuri perhatian, tapi bukan kerana sahsiyahnya, tp karena kejelitaannya. Ini tidak boleh dinafikan oleh sesiapapun, karena saya secara peribadi tidak melihat ketertarikan dari sudut sahsiyahnya.

Sepertimana novel, filem ini juga berjaya memberi satu kegundahan jiwa terhadap saya. Babak itu adalah ketika Fahri dimasukkan ke dlm penjara. Ketika Fahri merungut tentang kesalahan apa yang menyebabkan musibah itu menimpanya. Lalu "jailmate"-nya menenteramkan dirinya dgn kata-kata yg saya sendiri terkesankan. "Barangkali kamu solat tatkala kamu terkena musibah sahaja, kamu berdoa tatkala kamu dalam kesusahan sahaja". Begitulah lantunan kata-kata tersebut walau tidak seperti asalnya. Semoga kita terhindar dari sikap perasaan tersebut. Kita berdoa, bertawakal serta berusaha adalah kerana kita mengerti akan tanggungjawab kita sebagai hamba Allah di muka bumi ini, serta mengerti akan kelemahan kita sebagai makhlukNya. Ya, mungkin mudah hanya dengan bertutur kata dan melafaz bicara, tapi untuk mempraktikkannya juga bukan sesuatu yang mustahil bukan?

Semoga antum sekalian dapat menontonnya. Dan secara peribadi, saya masih lebih suka novelnya berbanding filemnya.

Read More..

Selasa, 23 September 2008

Menjaring Pengunjung, Menarik Minat Membaca

Mengunjungi perpustakaan bukanlah sebuah agenda besar bagi sebahagian besar orang. Gambaran perpustakaan yang kaku, hening, berdebu dan berbau kertas-kertas lama alias kekuningan menjadi opini umum masyarakat kita. Ini menyebabkan, perpustakaan hanya dipandang sebelah mata dan sebelah hati oleh masyarakat. Manakala kita dapat melihat bahawasanya pengunjung perpustakaan biasanya hanya di kalangan pelajar, siswa, mahasiswa dan penganalisis yang ingin membuat rujukan. Maka, buku hanya sinonim pada kalangan yang saya sebutkan tadi, dan tidak antonim dengan watak lainnya.

Paradigma seperti inilah yang perlu diubah. Penulisan kali ini, bukanlah berniat untuk mengungkap soal kontra dan negatifnya masyarakat kita, atau ingin mengadu tentang mahalnya harga buku di pasaran sehingga membuatkan orang hilang minat membeli dan membacanya. Apa yang pasti, saya cuma ingin mengungkap fakta umum yang ada sehari-hari kita. Point of view penulisan saya kali ini adalah ingin menyoroti tentang kinerja perpustakaan itu sendiri, dan bukan ingin mengarah pada petugas perpustakaan yang sudah mengikuti seminar-seminar dan sesi latihan di berbagai-bagai pusat latihan, tetapi masih sulit untuk mengaplikasikan ilmu yang diperolehinya selama ini.

Saya ingin mengajak para pembaca sekalian untuk memandang perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan, colourful, selesa (comfrotable) dan tidak mempunyai kerenah birokrasi yang menyulitkan. Setelah itu, masyarakat sekalian akan berasa perlu untuk menjadi sebahagian daripada pengunjung perpustakaan untuk membaca buku, mendapatkan informasi serta ikut serta dengan aktiviti yang diadakan oleh pihak perpustakaan.

Makan Angin? Why Not Perpustakaan?

Pernah tak anda terbayang, suatu saat di hujung minggu anda merasa bosan duduk di rumah. Merasa perlu ke luar rumah untuk jalan-jalan sekali gus makan angin, agar tidak berserabut kepala dengan pelbagai masalah yang ada. Intinya, selepas keluar jalan-jalan, kita akan berasa lebih segara, rileks dan berharap agar dapat menghadapi hari-hari berikutnya dengan lebih semangat, sehingga muncul spirit I Like Monday anda Day After Day (maaf, ni bukan iklan!)

Apakah tempat-tempat yang terfikir dalam benak anda ketika hendak keluar jalan-jalan? Tentu saja keluar ke KLCC, Sunway Lagoon, Menonton Wayang di Times Square dan sebagainya. Bagi mereka yang berkemampuan dan banyak duit, tentu mereka akan memilih tempat-tempat yang lebih grand dan keluar dari ibu kota. Tapi menurut saya, jalan-jalan alias makan angin tidak perlu biaya yang besar dan memenatkan. Buktinya apabila anda memilih perpustakaan sebagai destinasi untuk keluar jalan-jalan. Percayalah, perpustakaan mampu memberikan sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh tempat-tempat lainnya. Tidak perlu berat memberi gambaran tentang perpustakaan, cukup dengan mendatangkan satu opini yang positif dahulu tentangnya. Barulah setelah itu, datangkan spirit dan semangat pergi ke sana.

Punahkan gambaran buku-buku yang berat dan suasana yang hening ketika berada di perpustakaan, cubalah memberi imaginasi dan gambaran yang membentuk psikologi membangun dahulu seperti di dalam perpustakaan itu tidak semestinya ada buku-buku berat alias kekuningan, tapi punya juga buku-buku cerita tentang perihal kehidupan dan alur-alur cerita yang agak fantasi alias menghiburkan. Anda pernah pergi ke Cameron Highland? Adakah cukup dengan hanya pergi ke sana, tanpa mengetahui tentang sisi kultur dan informasi yang tidak akan anda dapat dengan hanya praktik memandang. Justeru itu, cubalah cari buku-buku yang membincangkan perihal Cameron Highland tersebut. Mulai dari tumbuh-tumbuhan yang ada, sehinggalah fakta-fakta menarik tentang tempat-tempat yang ada di sana. Tentu anda akan mendapat pencerahan setelah membaca fakta-fakta yang ada di dalam buku. Bukan itu sahaja, anda boleh praktikkan kepada semua perkara yang ada di sekeliling anda. Tentu ada semuanya di perpustakaan, insyaAllah.

Indahnya Perpustakaan

Pembaca yang budiman, saya pernah terfikir untuk mempunyai perpustakaan sendiri. Paling tidak pun ia hanya sekadar perpustakaan mini yang lebih kecil saiz ruangannya. Benar, ia bukanlah sekadar angan-angan, tapi ia adalah cita-cita untuk meng-adakannya, mmm... maybe lepas nikah kot, hehe (just kidding). Tapi, cita-cita tidak hanya sekadar mitos dan khayalan yang menyegarkan, tetapi haruslah dimulai dari sekarang. Langkah awal saya ialah dengan mengoleksi buku-buku yang bermutu dan tentunya bukan sekadar mengumpul ikhwan sekalian, tetapi wajib membaca dan memahaminya (khawatir disumpah buku kelak, hehe). Setelah itu, membuat senarai daftar buku yang kita miliki berserta sinopsisnya sekali, agar mudah untuk dibuat rujukan oleh sesiapa sahaja. Dan setelah itu, susun buku-buku mengikut genre dan kriterianya tersendiri seperti kategori fiqih, novel, sirah, cerpen, pemikiran dan sebagainya. Saya lebih memilih dengan meletakkan sticker kecil berwarna berbeza pada setiap genre tersebut.

Setelah semua persiapan telah dibuat, dan impian kita hampir ke pelabuhan angkasa, maka akan mudahlah urusan kita. Usahakanlah agar membuat satu kelainan berbanding dengan perpustakaan yang ada. Cat-lah dinding perpustakaan anda dengan warna-warna yang ceria dan penuh simulasi kehidupan. Tidak keterlaluan jika anda melekatkan gambar-gambar tentang timeline sejarah peradaban, atau anda melekatkan gambar-gambar yang sedikit menyentak jiwa seperti warna-warna anak-anak mungil yang sedang tertawa dibarengi oleh suatu komuniti masyarakat yang ceria dengan peradaban yang maju. Tidak terlalu egois, jika saya menyarankan agar anda menghindarkan agar mengelakkan daripada meletakkan gambar-gambar yang berlatar mistik dan surealisme yang akan membuat pengunjung peringkat bawah umur akan ketakutan, dan tidak akan berkunjung lagi ke perpustakaan kita. Akhir sekali, penulis berharap agar apa yang saya kongsi-kan ini dapat memberi sedikit manfaat walau tidak banyak, demi untuk memberi nafas baru dalam diri dan kehidupan kita ketika mencari-cari satu perubahan.

Wallahu’alam...

Read More..

Bukan Pernikahan Cinderella

Sekilas Sinopsis

Alkisah cinderella tak pernah sibuk berfikir tentang harga Beras yang terus naik, harga petrol yang melambung, apalagi konflik dalam rumah tangga!

Tak pernah terlintas juga bagi Cinderella bagaimana caranya membangun rumah tangga idaman dan berhubungan baik dengan jiran tetangga. Jadi, jangan berhajat untuk menjalani pernikahan kita layaknya pernikahan Cinderella yang agak mitos dan khayali.

Untuk memahami dan bersedia menghadapi pernikahan manusia sebenarnya, cubalah baca saja buku ini. liku-likunya terkupas tuntas. Tip dan Trik tak lupa diberi.

Jadi, untuk bahagia tak semestinya ala Cinderella. Yuk,.... Baca Semua!

======================(((((())))))=========================

Sebenarnya saya mendapat buku ini adalah hadiah dari teman akrab saya di Indonesia. Dia sering mengusik saya dan bertanyakan perihal pernikahan saya. Walhal, pernikahan jauh belum terlintas di dalam benak saya. Yang lebih pantas bukanlah tidak terlintas, hehe. Tapi belum punya calon lho. Maklum aja (faham jelah).... jadi, buku ini sebagai sindiran sekali gus sebagai ilmu yang diberikan oleh teman saya guna untuk mempersiapkan diri saya kelak jika ingin berumah tanggah. Syukron Akhi.

Pertama kali ketika melihat buku ini, saya tersenyum dan berkaca-kaca seribu bahasa tentang apa sebenarnya isi kandungannya. Membaca kata pengantarnya, Sang Penulis menjelaskan bahawa pernikahan dalam kehidupan nyata tidak ada yang melulu bahagia, pernikahan asli tidak melulu manis, dan perjalanan pernikahan itu mengalami musimnya, kadang romantis, kadang sadis!

Berbagai hal yang sememangnya "normal" disuguhkan dalam buku ini. Dari urusan dapur sehinggalah urusan kasur :D ..... Setidaknya menambah wawasan bagi saya yang masih bujang, dan menambah daftar list most wanted kawan2 saya yang sememangnya suka meminjam buku apalagi yang genre Nikah, hehe.

Bagi saya, buku ini sesuai untuk bagi yang masih bujang (seperti saya), pra nikah dan yang sudah menikah. Tidak perlu membaca buku yang berat untuk memahami liku-liku kehidupan, kerana alternatifnya adalah dengan membaca buku ini. Cuba baca, kalau tak percaya ok!

Wallahu’alam..

Read More..

Meluruskan Makna Jihad

'Umat Islam di Malaysia sedar bahawa usaha memperbaiki institusi mereka, demokrasi, pencapaian pelajaran dan mewujudkan kemajuan ekonomi yang seimbang adalah jihad dalam erti kata yang sebenarnya, kata Menteri Pelajaran, Datuk Seri Hishammuddin Hussein'. Petikan ini di ambil dari laporan Berita Harian pada 7hb Oktober 2005. Sekali lagi perkataan jihad dipergunakan untuk membawa suatu pemahaman baru yang sebelum ini belum pernah dipergunakan oleh para ulama muktabar dalam mendefinisi kalimah jihad, terutamanya apabila ia digunakan di dalam konteks Islam dan umatnya.

Pengertian kalimah jihad seharusnya diambil dari makna hakikinya - yakni makna yang sepatutnya digunakan mengikut makna hakiki yang ditetapkan untuknya. Ia ditetapkan samada daripada makna bahasa, makna syara', makna adat atau dari makna adat khusus. Dari sinilah rumusan tentang makna yang lebih jelas boleh disimpulkan.

Jihad dari segi makna bahasa adalah masdar dari kata jahada-yujahidu-jihad yang bermakna mufa'alah iaitu 'saling mencurahkan' yang membawa maksud mencurahkan seluruh kemampuan. Berdasarkan makna bahasa ini, makna hakikat jihad adalah kemampuan yang dikerahkan untuk melakukan apa sahaja samada secara fizikal mahupun perkataan. Pengertian ini dapat dikembalikan kepada huraian an-Naisaburi dalam tafsirnya iaitu mencurahkan seluruh tenaga untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. In merupakan makna bahasa bagi kalimah jihad. Yang ingin kita perhatikan di sini adalah makna jihad apabila dibicarakan dalam konteks Islam dan hukum syara'.

Pengertian jihad yang dinukilkan oleh al-Quran dan Sunnah memberikan makna dari segi syara'. Ia menjelaskan makna yang lebih khusus dan ini membawa maksud mencurahkan seluruh tenaga untuk berperang di jalan Allah samada secara langsung atau secara tidak langsung dengan memberi harta benda, pendapat atau mengumpul bekalan dan lain-lain. Lafaz jihad dalam ayat-ayat Madaniyyah menerangkan makna ini. Sementara itu, di dalam ayat-ayat Makkiyah ia memberikan makna bahasa secara umum. Allah Subhanahu wa Ta'ala menggunakan kalimah jihad di dalam ayat-ayat Madaniyyah sebanyak 26 kali. Semua ayat-ayat ini memberikan petunjuk yang jelas bahawa maksud jihad di sini adalah perang menentang orang kafir serta menjelaskan konotasi jihad yang merupakan suatu keutamaan bagi kaum muslimn.Terdapat juga banyak hadis Rasulullah Sallallahu 'alai wasallam yang mengandungi perkataan jihad dengan makna berperang menentang orang kafir di jalan Allah. Sebagai contoh, hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah:

"Mereka para sahabat bertanya, " Wahai Rasulullah, beritahulah kepada kami perbuatan yang boleh menandingi jihad di jalan Allah?" Baginda bersabda, "Kamu tidak akan mampu melakukannya." Mereka berkata, "Beritahulah kepada kami semoga kami mampu melakukannya." Baginda bersabda, "Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah adalah seperti orang yang berpuasa, yang sentiasa bangun di tengah malam dan patuh kepada ayat-ayat Allah, yang tidak berhenti berpuasa, bersedekah sehinggalah orang yang berjihad tadi kembali kepada keluarganya."

Selain dari dalil-dalil syara' di atas, ahli fiqh bersetuju bahawa perkataan jihad bererti mengerahkan seluruh kekuatan untuk berperang di jalan Allah. Menurut mazhab Hanafi, jihad adalah mencurahkan kelapangan dan kekuatan dengan berjuang di jalan Allah dengan nyawa, harta, perkataan dan sebagainya. Mengikut mazhab Maliki pula, jihad bererti peperangan orang Islam ke atas kafir untuk meninggikan kalimah Allah. Ulama-ulama mazhab Syafie juga bersependapat bahawa jihad bererti berperang di jalan Allah.

Berkaitan dengan kalimah jihad menurut makna adat atau istilah pula, banyak riwayat dari para sahabat yang menunjukkan bahawa lafaz ini digunakan hanya dengan pengertian berperang. Salah satu daripada riwayat ini ialah jawapan Abu Musa Al-Asy'ari ketika berada di masjid :

"Wahai Abdullah bin Qais (beliau disebut dengan nama aslinya). (Lelaki itu) berkata: "Bagaimana pandangan kamu, jika aku mengambil pedangku, kemudian aku pergunakan untuk berperang semata untuk Allah, kemudian aku terbunuh, dan aku dalam keadaan seperti itu, di manakah kedudukanku?" Beliau (Abu Musa) menjawab: "Di syurga…

" Dari sini jelas nampak bahawa perkataan jihad sejak zaman permulaan Islam tidak pernah terkeluar daripada makna berperang di jalan Allah. Itulah makna yang sepatutnya diambil oleh kaum muslimin serta mempertahankannya tanpa rasa bersalah dan bersikap defensif atau terpaksa merendah diri dengan menyatakan sesuatu yang lain. Janganlah kerana sikap defensif ini, makna jihad yang mulia diputarbelitkan sesuka hati.

Wallahua'lam

Read More..

Sekilas Tentang Tabarruj

Tabarruj (berdandan) adalah tindakan seorang wanita menampakkan hal-hal yang seharusnya ditutupi di hadapan kaum lelaki yang bukan mahramnya. Hal-hal tersebut meliputi perhiasan-perhiasan yang dipakainya, bagian-bagian dari dirinya yang menawan hati orang lain, kedua lengannya, betisnya, dada, dan lehernya. Termasuk dalam tabarruj adalah bersikap atau beperilaku dan berbicara dengan gaya yang merangsang lawan jenis.

Menurut Al-Maududi, kata tabaruuj bila dikaitkan dengan seorang wanita memiliki tiga pengertian:

a. Menampakkan keelokkan wajah dan bagian-bagian tubuh yang membangkitkan birahi, di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya.

b. Memamerkan pakaian dan perhiasan yang indah di hadapan kaum laki-laki yang bukan mahramnya.

c. Memamerkan diri dan jalan berlenggak-lenggok di hadapan lelaki yang bukan mahramnya.

Menurut Al-Qur`an, Sunnah Nabi, dan kesepakatan para ulama Muslim, hukum tabarruj adalah haram.

Wallahu'alam

Read More..

Isnin, 22 September 2008

Hubbul Wathon Minal Iman - Benarkah?

Ungkapan “hubbul wathon minal iman” memang sering dianggap hadits Nabi SAW oleh para tokoh [nasionalis], mubaligh, dan juga da`i yang kurang mendalami hadits dan ilmu hadits. Tujuannya adalah untuk menancapkan pemahaman nasionalisme dan patriotisme dengan dalil-dalil agama agar lebih mantap diyakini umat Islam.

Namun sayang, sebenarnya ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu (maudhu’). Dengan kata lain, ia bukanlah hadits. Demikianlah menurut para ulama ahli hadits yang terpercaya, sebagaimana akan diterangkan kemudian.

Mereka yang mendalami hadits, walaupun belum terlalu mendalam dan luas, akan dengan mudah mengetahui kepalsuan hadits tersebut. Lebih-lebih setelah banyaknya kitab-kitab yang secara khusus menjelaskan hadits-hadits dhaif dan palsu, misalnya :

1. Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin karya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328 H) (Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999), hal. 109; dan

2. Kitab Bukan Sabda Nabi! (Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, (Semarang : Pustaka Zaman, 2005), hal. 226.
Kitab-kitab itu mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadits di Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadits-hadits palsu, seperti :

1. Kitab Al-Maudhu’at karya Ibnul Jauzi (w. 597 H);

2. Kitab Al-Ala`i al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H);

3. Kitab Tanzih Asy-Syari’ah al-Marfu`ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu`ah karya Ibnu ‘Arraq Al-Kanani (Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 93).

Berikut akan saya jelaskan penilaian para ulama hadits yang menjelaskan kepalsuan hadits “hubbul wathon minal iman”.

Dalam kitab Tahdzirul Muslimin karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hal. 109 tersebut diterangkan, bahwa hadits “hubbul wathon minal iman” adalah maudhu` (palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam ash-Shaghani.

Imam as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala Alsinah, halaman 115.
Sementara Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at, halaman 8.

Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi (al-maraji’) lainnya sebagai berikut :

1. Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-‘Ajluni (w. 1162 H), Juz I hal. 423;

2. Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w. 911 H), hal. 74;

3. At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi (w. 794 H), hal. 11.
(Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid al-Mursalin, hal. 109)

Ringkasnya, ungkapan “hubbul wathon minal iman” adalah hadits palsu (maudhu’) alias bukanlah hadits Nabi SAW.

Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan (al-hadits al-makdzub), atau hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan hadits yang sebenarnya tidak ada (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 89).

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, meriwayatkan hadits maudhu’ adalah haram hukumnya bagi orang yang mengetahui kemaudhu’an hadits itu serta termasuk salah satu dosa besar (kaba`ir), kecuali disertai penjelasan mengenai statusnya sebagai hadits maudhu’ (Lihat Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 43).

Maka dari itu, saya peringatkan kepada seluruh kaum muslimin, agar tidak mengatakan “hubbul wathon minal iman” sebagai hadits Nabi SAW, sebab Nabi SAW faktanya memang tidak pernah mengatakannya. Menisbatkan ungkapan itu kepada Nabi SAW adalah sebuah kedustaan yang nyata atas nama Nabi SAW dan merupakan dosa besar di sisi Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (Hadits Mutawatir).

Terlebih lagi Islam memang tidak pernah mengenal faham nasionalisme atau patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya Perang Pemikiran (al-ghazwul fikri) yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua faham sesat ini terbukti telah memecah-belah kaum muslimin seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa (nation-state) yang sempit, mencekik, dan membelenggu.

Maka, kaum muslimin yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu. Kaum muslimin pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) yang akan mempersatukan kaum muslimin seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwwah. Semoga datangnya pertolongan Allah ini telah dekat kepada kita semua.

Wallahu'alam

Read More..

Ahad, 21 September 2008

Tuhan Manusia - Pluralisme Satu Pembohongan

"Andai kota itu peradaban , rumah kami adalah budaya dan menurut ibu, tiang serinya adalah agama."

"Abang sudah murtad. Sejak itu abah menjadi begitu pendiam. Dia hanya bermain dan menghiburkan diri dengan haiwan ternakan."

Novel "Tuhan Manusia" menyelami kehalusan jiwa dan akal seorang adik yang cuba memahami kemurtadan abangnya. Maka terbentanglah panorama pemikiran manusia yang mencabar hakikat ketuhanan.

Novel Faisal Tehrani ini bukan sahaja memberi kefahaman tetapi juga membuai jiwa kita dengan rasa sayu dan gerun terhadap pertembungan fikrah Dunia Barat dan Dunia Islam.

Penulis cuba memberi gambaran sebenar kejadian yang berlaku di arena kehidupan kini. Fokus utama yang melibatkan ilustrasi gambaran muka hadapan novel ini adalah jelas memberi isyarat kepada para pembaca agar berhati-hati dalam menempuh arus perdana sekulerisme. Produk-produk sekulerisme telah dilahirkan. Apakah pula produk yang telah dilahirkan oleh pihak monoteisme? Pihak yang mempunyai akidah suci berlandaskan wahyu? Iaitu kita sebagai umat islam? Produk berupa karya novel telah terciptakan bahkan telah sampai kepada para pembaca di massa kini.

Jadi, apakah peranan kita sebagai para penelaah yang telah memahami kekarutan yang sedang melanda arus pemikiran dunia khususnya kepada umat islam tentunya, kerana umat islam adalah merupakan subjek utama dalam setiap pokok perbahasan yang membangkitkan produk-produk sekulerisme mereka. Fokus utama adalah kita? Apakah kita masih berdiam diri dalam melawan kejadian "the clash of idea" ini? The "clash of idea" pernah terjadi pada zaman awal kenabian, lalu berterusan walau telah wafatnya nabi, walau telah tiadanya para sahabat nabi, dan walau telah tiadanya institusi khilafah yang menaungi kaum muslimin di bawah payung syariah islam. Ia berterusan dan terus menerus akan kekal sehingga kiamat kerana yang bathil senantiasa ada, manakala yang tidak pula sirna, dengan adanya para da'i dan pencinta agama yang ikhlas mengembangkan dakwah di seluruh dunia dengan pelbagai agenda yang disusun rapi sebagaimana pihak musuh menyususun strategi untuk melumpuhkan seluruh peringkat yang mengatasanamakan gagasan perjuangan untuk menegakkan syariah secara menyeluruh di muka bumi. Ia tuntutan, bukan kemubahan. Ia nyata, bukan khayali. Ia pasti, bukanlah angan-angan.

Berdesar-desir ombak di pantai, pasti akan menolak pasir, melambai-lambai awan di langit, pasti akan menurunkan hujan. Ia fitrah, ia alami dan terjadi di mana-mana. Yang haq versus kebathilan. Tiada kemenangan bagi kebathilan ketika yang memegang haq itu adalah orang yang benar-benar ikhlas dalam memperjuangkannnya. Bagaikan menggenggam bara api di dalam tangan, begitulah sakitnya derita yang dialami oleh para da'i. Tidak mengenal kesakitan apatahlagi seksaan dunia yang bersifat sementara. Bila nadi dakwah sudah sebati di dalam nyawa, tiada deraan yang dapat menghentikannya. Apabila nafas dakwah masih di dalam pegangan, tiada virus yang dapat menghentikannya.

Wallahu'alam

Read More..

Cetak Al-Quran Atau Terapkan Al-Quran?

B.Harian (21/09/08) - Yayasan Restu, pertubuhan bukan kerajaan (NGO) yang menghasilkan al-Quran Mushaf Malaysia beriluminasi, mahu menjadikan Malaysia pusat penghasilan al-Quran terjemahan terkemuka antarabangsa. Menurut sumber yang sama juga, Yayasan Restu berhasrat ingin menjadikan Malaysia sebagai Pusat penyebaran al-quran antarabangsa.

Penulis melihat, usaha dan wawasan yang dilakukan oleh Yayasan Restu untuk menjadikan Malaysia sebagai pusat penterjemahan sekali gus menjadikan Malaysia pusat penyebaran al-quran antarabangsa adalah satu usaha yang bagus. Namun, disebabkan isu ini adalah melibatkan suci al-quran, iaitu panduan hidup umat islam. Justeru itu, tidaklah cukup hanya kita serius dengan masalah pencetakan dan penyebaran mashaf itu sendiri. Ini kerana, tujuan al-quran itu sendiri diturunkan oleh Allah SWT kepada rasulNya adalah untuk dijadikan isi kandungannya diterapkan di dalam kehidupan. Tapi, apa yang malang adalah tidak sedemikian rupa. Al-quran hanya diamalkan dalam masalah-masalah tertentu sahaja. Manakala dalam aspek-aspek yang lebih menyeluruh dan global seperti pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial dan selainnya adalah menggunakan sistem sekular khazanah penjajah.

Penulis tidaklah berniat untuk mengkritik Yayasan Restu di atas usahanya untuk mengalih bahasa serta menyebarkannya kerana ia adalah satu aspek yang baik. Cuma, penulis berharap para pembaca dan kaum muslimin seluruhnya, khususnya pemimpin kaum muslimin agar segera menjadikan al-quran sebagai “way of life”, iaitu pemecah kepada segala permasalahan yang timbul sekarang. Ini kerana kita sebagai orang beriman wajib meyakini bahawa al-quran adalah sebagai penyelesaian kepada seluruh aspek kehidupan (muallajah lil masyakil insan). Akhir sekali, penulis berharap agar kita menjadi seorang mukmin seperti mana yang disebutkan oleh al-quran;

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (QS Al-Anfal[8]: 2)

Wallahu’alam...

Read More..

Sabtu, 20 September 2008

Jadilah “Mahasiswa Peduli Umat”

Mahasiswa peduli umat? Kedengaran aneh bunyinya kan? Kerana kebiasaannya yang peduli dan sibuk dalam masalah umat adalah golongan tertentu sahaja, seperti ahli politik dan aktivis NGO serta seumpamanya. Manakala mahasiswa adalah golongan yang tidak diidentikkan dalam permasalahan politik. Mahasiswa hanya sering dikaitkan sebagai golongan yang menuntut ilmu di IPT, guna untuk mendapatkan segulung ijazah yang akan digunakan apabila hendak bekerja kelak. Lalu, di manakah keterlibatan mahasiswa apabila berlaku sesuatu perkara di dalam dan luar kawasan yang tempati atau pelajari? Adakah mahasiswa hanya sekadar menjadi penonton atau simpatisan terhadap apa yang berlaku tersebut. Padahal, secara lumrahnya jika apa yang berlaku itu adalah terkait dengan ahli keluarga dan sanak saudara mereka sendiri, maka mereka akan secara langsung akan menunjukkan partisipasi mereka dalam hal tersebut. Lalu muncul persoalan, apakah status mukmin yang lain kepada mukmin lainnya, sehingga mahasiswa itu sendiri hanya berfikir mereka hanya perlu memikirkan ahli keluarga dan kerabat mereka sahaja tanpa memikirkan apa yang perlu diambil setelah sesuatu kejadian itu berlaku.

Atas dasar inilah, penulis berasa terpanggil untuk menulis artikel ini walau seringkas mungkin, agar kita (penulis juga mahasiswa) menjadi golongan mahasiswa yang sedar bahawa politik (yang mengambil tahu urusan umat) adalah kewajipan yang perlu dipikul oleh semua. Namun, bukanlah tulisan ini bermaksud bahawa yang dikatakan mahasiswa adalah mencakup keseluruhannya. Ini kerana, saya melihat ada segelintir mahasiswa yang sedar akan permasalahan mahasiswa ini, dan mengambil langkah-langkah yang sepatutnya untuk mengembalikan kesedaran politik di tengah-tengah komuniti mahasiswa dengan segudang cara. Tapi, saya hanya melihat mahasiswa dalam kelompok yang majoriti, di mana mahasiswa sering kabur dan tidak memahami bahawa sikap peduli umat adalah satu sikap yang perlu ada di dalam diri mereka.

Meluruskan Sikap Dan Makna Masyarakat

Sering kali mahasiswa dikelirukan oleh falsafah-falsafah keliru dan memutarbelitkan. Falsafah dan slogan yang di war-war kan adalah seperti; “Politik itu kotor”, “politik adalah untuk politikus”, “politik tidak sesuai untuk pelajar” dan seumpamanya. Akibat dari sikap pak turut dan hanya menjadi golongan pendengar sahaja, lalu menimbulkan stigma yang buruk terhadap fenomena kampus dan ipt ini. golongan yang saya katakan itu tadi, mula menunjukkan sikap tidak peduli umat dengan mengabaikan segala informasi yang datang di dada akhbar ataupun televisyen, dan hanya fokus terhadap pengkajian akademik semata. Rasulullah saw bersabda:

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam."(HR. Muslim)

Hadis di atas jelas memberi mafhum kepada kita tentang paradigma seorang muslim kepada muslim lainnya. Perumpamaan dalam hadis di atas dapat dilihat dalam diri kita sendiri, bahawa apabila kita berasa sakit gigi, maka seluruh tubuh kita akan turut merasai penderitaan tersebut. Begitulah mafhum di dalam hadis di atas, bahawa sesungguhnya orang mukmin itu adalah saudara dan tidak dipisahkan oleh ikatan-ikatan yang bersifat semu dan parsial (sementara) seperti ikatan ras, suku, patriotisme mahupun nasionalisme. Syeikh Taqiyuddin An-Nabahani ketika menjelaskan tentang kriteria maksud masyarakat, beliau menjelaskan bahawa sesuatu komuniti manusia yang ada perlu dibentuk dari 3 unsur iaitu pemikiran, perasaan dan sistem (yang mengatur mereka) yang sama. Maka dari itu, sekelompok manusia yang ada di dalam sebuah stadium bukanlah dikategorikan sebagai sebuah masyarakat kerana tidak terdapat keseluruhan unsur tadi. Cuma yang ada adalah perasaan dan pemikiran mereka terhadap team yang mereka sokong, tetapi mereka tidak diikat oleh satu peraturan yang sama. Setelah perlawanan tamat, maka bubarlah sekelompok manusia itu tadi, dan pemikiran dan perasaan tadi pula sudah tidak bererti apa-apa di dalam kehidupan.

Tanggungjawab Atau Pilihan?

Dari penjelasan yang singkat di atas, dapat kita ketahui bahawa sesungguhnya umat islam tidak akan lari dari keterikatannya dalam ikut serta memandang setiap aspek kejadian yang menimpa muslim lainnya (setelah kita yakini bahawa mereka itu adalah saudara kita juga). Jadi, perkara yang difikirkan adalah... adakah seorang ibu tega apabila anaknya di dicuri (misalnya) orang? Atau adakah seorang anak pula sanggup membiarkan orang tuanya dianiaya orang lain? Kita akan secara cepat akan menjawab bahawa... TIDAK! Ia tidak sepatutnya kita biarkan. Ya, begitulah hukum alam. Tetapi, islam mengajar lebih dari itu, hukum alam itu malah di garis bawahi oleh aturan dan sistem bagaimana seharusnya kita bertingkah laku. Ini kerana (kita meyakini) islam adalah sebuah ideologi (mabda’) yang dapat menyelesaikan segala permasalahan manusia. Firman Allah SWT:

“...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maidah[5]: 3)

Tidak ada ruang lacuna di dalam islam, yang mana tiada penjelasan di dalam sesuatu perkara. Sempurna dan menyelesaikan, itulah kata kunci kepada islam itu sendiri. Jadi, adakah kita masih memandang sikap peduli umat itu tidak perlu bagi kita (wahai mahasiswa!)! lalu, seruan itu menjadi pilihan bagi kalian untuk menjawab Ya atau Tidak! Padahal anda sudah meyakini bahawa sesungguhnya sikap dan peduli umat adalah yang lahir dan tumbuh dari akidah islam yang kita yakini kebenarannya.

Waallahu’alam

Read More..

Jumaat, 19 September 2008

Akta Hubungan Kaum - Bolehkah Bersatu Dalam Sistem Sekuler?

PUTRAJAYA 18 Sept. – Akta Hubungan Kaum akan diwujudkan dalam waktu terdekat dengan matlamat lebih menyeluruh untuk mengukuhkan perpaduan dan kesepakatan antara kaum di negara ini.

Menteri Dalam Negeri, Datuk Seri Syed Hamid Albar berkata, skop akta berkenaan lebih meluas berbanding Akta Hasutan sedia ada yang lebih bertujuan mengekang huru-hara dan ancaman ketenteraman awam.

Katanya, akta itu sedang dirangka oleh Kementerian Dalam Negeri (KDN) bersama Kementerian Perpaduan, Kebudayaan, Kesenian dan Warisan (KPKKW).

“Kita akan bawa perkara ini ke Kabinet. Saya fikir idea kewujudan akta ini adalah baik untuk mewujudkan suasana hubungan baik antara kaum berasaskan agama dan budaya yang berbeza-beza.

(Utusan Malaysia : 19 September 2008)

Jika dilihat sepintas lalu, apa yang dicanangkan oleh pihak-pihak tertentu tersebut adalah “demi” untuk menjaga perpaduan dan keharmonian antara kaum. Kita pula sememangnya memerlukan hal yang sedemikian dalam sesebuah negara majmuk seperti di Malaysia. Namun, jika kita teliti dan melihat agenda ini dalam perspektif yang benar, iaitu menjadikan islam sebagai standard dalam bertingkah laku, dapat kita lihat bahawasanya apa dilakukan tersebut luarannya seakan baik, tapi sudah mencerminkan kerosakan yang ada di dalamnya. Konklusi dari apa yang dicadangkan tersebut,memperlihatkan kepada kita bahawasanya sistem yang ada sekarang belum mampu untuk menyatupadukan manusia di antara kaum yang ada. Ini kerana, jika sistem yang ada telah berjaya menyatupadukan kaum yang ada, sudah barang tentu akta-akta yang semisalnya tidak perlu ada dan diaktakan.

Persoalan yang timbul dari akta yang dicanangkan tersebut adalah, adakah cadangan tersebut, yang kemungkinan bakal diaktakan mengikut perlembagaan bakal menyatupadukan dan mengharmonikan masyarakat yang selama ini diklaim bercerai berai? Kalaupun ia suatu yang murni untuk disokong, apakah panduan dan standard yang digunakan oleh pihak kerajaan dalam mengklasifikasikan sesuatu itu sebagai hal yang mengganggu ketenteraman suatu kaum atau tidak? Bagi pihak yang prokerajaan, mereka tentu akan menyokong bulat-bulat cadangan dan ketentuan yang dibuat oleh ahli pimpinan mereka. Manakala pihak yang lain pula (pandangan penulis), akan merasakan hal berbeza sekali gus tidak menyokong hal yang sedemikian dengan dakwaan bahawa akta yang dicadangkan tersebut hanya memberi kesempatan pihak kerajaan untuk “menundukkan” lawan mereka.

Bagi seorang muslim yang mempunyai akidah rasional yang disandarkan kepada wahyu ilahi, kita seharusnya tahu dan yakin bahawa sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan manusia bukanlah dengan sia-sia. Tetapi penciptaan manusia berserta dengan apa yang ada di bumi adalah disertakan panduan (guide) oleh Allah SWT melalui Rasulullah saw. Allah SWT berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Al-hujuraat[49]: 13)

Demikian lah Islam sebagai agama yang dapat menyelesaikan segala permasalahan yang muncul dalam kehidupan manusia termasuklah dalam masalah interaksi di antara manusia. Sebelum kedatangan islam, sesungguhnya masyarakat arab jahiliyah adalah masyarakat yang sangat parah dan tidak pernah hidup dalam perpaduan. Mereka bercerai berai dalam kelompok-kelompok tertentu. Mereka saling membanggakan nasab dan keturunan, serta saling mencerca nasab yang lain. Padahal, tanpa mereka sedari semua itu adalah suatu ikatan semu yang akan membinasakan mereka sendiri. Setalah itu datanglah islam, yang tidak mengenal erti ras, kaum, kabilah serta genetik manusia dalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Ini kerana, islam tidak mengenal ikatan itu semua dalam erti perpaduan. Apa yang menyatupadukan manusia adalah ikatan akidah itu sendiri dengan semangat spiritual yang menjadikan individu itu seorang yang bertakwa di sisi tuhanNya.

Wahai kaum muslimin! Sesungguhnya apa yang menimpa ketika ini iaitu kemunduran dan perpecahan adalah disebabkan kita telah jauh dari landasan sebenar. Kita telah mengabaikan penerapan islam di dalam kehidupan selam lebih 84 tahun setelah runtuhnya Daulah Islamiyah (Turki Uthmani) di tangan agen British Mustafa Kamal laknatullah (alaih). Oleh itu, untuk menyatupadukan semula umat manusia ini haruslah kita melihat bagaimana Rasulullah berjaya menyatupadukan manusia pada satu ketika dulu dalam satu sistem yang menjamin ketenteraman akal dan jiwa iaitu sistem islam. Sistem yang menerapkan islam secara kaffah dalam bernegara dan bukan menerapkan islam secara sebahagian-sebahagian.

Wallahu’alam

Read More..

Derap-derap Tasbih - Sesungguhnya, Kehidupan Penuh Pancaroba

Sekali lagi, novel dengan alur cinta telah menampilkan jalan yang berbeza. Tidak seperti novel Ayat-ayat Cinta dan ketika Cinta Bertasbih yang melakar cerita bersetting Mesir dan Jawa, tetapi kali ini Penulis, Hadi S.Kuly , menukil cerita bersetting Yogyakarta. Sungguh, cinta adalah anugerah terindah dari Sang Ilahi. Sebagai muslim atau muslimah, sewajibnya mensyukuri anugerah cinta dengan cara-cara elegan, cantik, dan beriman. Sayang, Wardah, puteri sang kiai, pengasuh pesantren kesohor kealimannya, gagal mengelola gelegar cintanya pada Fatih, santri pengarang kreatif dan sekaligus anak asuh keluarga kiai tersebut. Bahkan, dengan emosi membara, Wardah berjuang untuk membuktikan kepada Fatih bahawa tak sepatutnya Fatih menolak cintanya kerana ia putri kiai besar, cantik dan berpengaruh. Sayang, Wardah terhenyak dan tersungkur dalam permainan cinta. Emosi, nafsu dan cinta adalah elemen yang sungguh eksotik. Ia terjerembab ke jurang kelam penuh duri maksiat. Dan, siapakah yang mampu menyembunyikan aroma-aroma bau?

Peristiwa buruk yang dialami Wardah membuat Fatih merasa sangat bersalah pada sang kiai yang amat dicintai dan dihormatinya. Tapi, sang kiai menolak untuk menikahkan Wardah dengan Fatih kerana janin di rahim Wardah bukanlah anak Fatih. Kata sang kiai, setiap orang berhak mencintai dan dicintai bukan kerana keterpaksaan atau belas kasihan, tapi keikhlasan. Didukung tema kritis yang menukik, setting yang kuat, alur kisah yang penuh kejutan, konflik yang mengharu-biru dan dentuman-dentuman karakter tokoh-tokohnya detil, novel religius ini mampu menghadirkan banyak renungan bagi setiap pembacanya guna memaknai dan mensyukuri cinta dalam bingkai harmoni keimanan dan kearifan tradisinya. Suatu sikap hidup yang terkesan sederhana, bahkan “saking” sederhananya terlalu sering disepelekan, tapi justru majoriti kita boleh menjadi pecundang kerananya.

Di sela-sela tragedi yang menimpa, hadir pula peristiwa yang menyedihkan iaitu kemalangan telah menimpa Fatih, yang berakibat alur cinta tumbuh di halaman yang berbeza. Walau si burung tidak hinggap di sangkarnya, namun ia berhasil hinggap di jendela sang puteri di istana kaca. Tanpa Fatih sedari, doktor yang merawatnya telah menyamar dengan menghantar email dengan mengatasnamakan peminat novelnya, yang akhirnya ketahuan oleh Fatih yang berakibat berputiknya cinta. Akhir dari cerita, satu perasaan yang haru biru dialami oleh sang pembaca, apabila Fatih telah ditawarkan biasiswa belajar sebagai penulis di Australisa. Di tengah-tengah konflik yang melanda, membuah Fatih berada dalam keadaan yang dilema. Apakah dia harus menerima biasiswa dan pergi dengan meninggalkan beban konflik terhadap keluarga sang kiayi, ataukah di tetap di tanah air dengan terus berkarya dan membantu keluarga sang kiayi untuk menyelesaikan permaslahan yang ada? Untuk mengetahui dengan lebih lanjut kesudahan ceritanya, saya berharap para pembaca baca sendiri ok? Agar cerita yang asal dapat anda ketahui, tanpa mengurangi maksud sang penulis (Hadi S.Kuly). akhirul kalam, terima kasih kerana sudi menyempatkan masa membaca coretan resensi buku ini. semoga bermanfaat.

Nantikan Resensi sambungan dari novel ini, yang berjudul ....

Read More..

Nuzul Al-Quran – Adakah Kita Cintakan Al-Quran?

Pada 17 September yang lalu, bersamaan 17 Ramadhan 1429 adalah hari Nuzul Al-Quran. Jika di Selangor, para karyawan akan bercuti pada hari tersebut, manakala di negeri-negeri lain tidak. Kenapa ya? Ah, lupakanlah. Saya sempat menghadiri ke beberapa majlis Nuzul Al-Quran pada hari tersebut. Pada sebelah petang pula, saya menghadiri program yang sama di Akademi Pengajian Islam, anjuran Surau Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya yang bertajuk Perpaduan Menurut Al-Quran. Tidak seperti malam sebelumnya, majlis pada kali ini kurang mendapat sambutan, melihat dari kapasiti mahasiswa yang hadir. Penceramah jemputan adalah Y.Bhg Prof. Madya Dato' Haji Mohd Mokhtar Bin Haji Shafii sebagai Ahli Fatwa Negeri Selangor, dan penceramah kedua adalah Prof. Madya Fauzi Deraman selaku pensyarah dari jabatan Al-Quran dan Hadis.

Hari Nuzul Al-Quran adalah hari di mana hari diturunkannya Al-Quran. Menurut pendapat yang kuat, Al-Quran diturunkan secara lengkap ke Bait[ul] izzah, lalu diturunkan beransur-ansur kepada Rasulullah mengikut peristiwa dan kejadian. Allah SWT berfirman:


“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan , bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (natara yang hak dan yang bathil). Karena itu barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”(QS Al-Baqarah [2]: 185)

Pada bulan yang penuh barokah ini, kita melihat banyak orang yang membaca sekali gus mengkhatamkan al-quran. Di kaca-kaca televisyen pula, menampilkan tayangan filem-filem yang berbaur Ramadhan, demi untuk masyarakat tahu bahawa bulan ini adalah bulan Ramadhan dan hari ini adalah hari Nuzul Al-Quran. Melihat dari apa yang berlaku di dalam masyarakat kini, penulis terasa terpanggil untuk menulis walau seringkas mungkin berkenaan tentang hari yang mulia ini. Apa dan bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim ketika melalui dan menyambut hari dan bulan yang mulia ini. penulis bukanlah bermaksud untuk membuat satu propaganda dan menyalahkan amalan-amalan yang mulia seperti membaca al-quran dan membuat majlis-majlis peringatan nuzul al-quran dan seumpamanya, kerana amalan-amalan tersebut amatlah mulia di sisi agama, dan pelakunya akan mendapat pahala di sisi Allah SWT. Cuma, penulis berasa ada sesuatu yang kurang dan perlu diperhatikan oleh kita semua ketika hari dan bulan yang mulia ini hadir dalam hidup kita, agar kita menjadi umat yang berpedoman.

Ada beberapa masalah yang terjadi di dalam masyarakat kita, yang mana masalah ini akan menyebabkan suatu kenistaan yang buruk terhadap umat islam seluruhnya jika tidak diperhatikan. Apa yang dimaksudkan oleh saya ialah:

  1. Umat islam begitu menjaga fizikal al-quran, sehingga jika kita mendapati ada orang yang merosakkan fizikal al-quran, maka umat islam akan berasa marah dan naik emosinya, kerana mereka menganggap al-quran adalah sesuatu yang perlu dijaga, malah ada yang menganggap al-quran (fizikalnya) mempunyai kuasa mistik dalam kehidupan. Ini terbukti ketika berlaku penghinaan terhadap al-quran, yang dilakukan oleh tentera US di Guantanamo pada tahun lepas. Umat islam berasa marah, dan membuat tunjuk perasaan hampir di seluruh dunia kerana isu tersebut. Namun, adakah perasaan dan emosi kita sudah cukup untuk membuktikan bahawa kita cintakan al-quran?
  2. Jika dilihat di seluruh dunia, kita menyaksikan bahawa ramai mahasiswa dan graduan yang menghafaz dan mempelajari al-quran dari sudut bacaan dan hafazan. Ramai ibu-bapa yang menghantar anak-anak mereka ke Pusat Tahfiz dan Sekolah Agama, demi anak-anak mereka agar boleh menguasai pembacaan al-quran dan sekali gus menghafaznya kelak. Namun, adakah ketika kita pandai, lalu berjaya menghafaznya sudah membuktikan bahawa kita cintakan al-quran?
  3. Umat islam begitu struggle membaca dan mengkhatamkan al-quran, terutama pada bulan Ramadhan. Ada yang khatam 1, 2 dan 3 pada satu bulan di bulan Ramadhan ini. majlis-majlis tilawah dan tadarus diadakan hampir di seluruh masjid dan surau di seluruh dunia, khususnya di negeri-negeri kaum muslimin. Namun, adakah membaca dan mengkhatamkan al-quran sudah cukup membuktikan bahawa kita cintakan al-quran?

Ketiga-tiga reaksi dan perbuatan di atas adalah perbuatan mulia di sisi agama, dan pelakunya akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, jika mereka ikhlas dalam melaksanakannya. Namun, penulis ingin merungkai permasalahan ini lebih jauh dari itu. Benar, sikap kita ketika al-quran diperlekehkan dan dihina oleh manusia lain, adalah perlu untuk kita marah dan bereaksi ke atas perbuatan tersebut. Namun, mereka perlu sedar bahawa sesungguhnya al-quran itu bukan hanya perlu dijaga fizikalnya, tetapi al-quran juga perlu dijaga isi kandungan dan ketentuan yang ada di dalamnya. Benar, kita wajib mempelajari al-quran serta mendalami tajwidnya. Tetapi, membaca dan menghafaznya tidaklah cukup jika kita tidak menjadikan al-quran sebagai hukum yang patut diterapkan di dalam kehidupan ini. begitu pula apabila kita membaca dan mengkhatamkan al-quran berkali-kali, ia tidaklah cukup untuk menunjukkan kecintaan kita jika hanya sekadar itu niat kita. Namun lebih jauh dari itu, kita juga harus meletakkan al-quran sebagai pedoman dan standard di dalam kehidupan, yang bilamana kita mengamalkannya secara keseluruhan, kita tidak akan sesat selamanya. Rasulullah saw bersabda:

“Aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara; jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, iaitu Kitabullah dan Sunnah NabiNya” [HR Muslim].

Firman Allah SWT:

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeza (antara yang haq dan yang bathil)” [TMQ al-Baqarah (2):185].

Imam Al-Qurthubi ketika menerangkan tentang al-quran adalah sebagai petunjuk dan pembeda, beliau menegaskan bahawa sesiapa yang mengamalkan al-quran maka dia adalah berpetunjuk, dan siapa yang tidak mengamalkan al-quran adalah sesat. Oleh sebab itu, al-quran bukanlah suatu ajaran yang bersifat spiritual semata, yang di dalamnya hanya sebatas menerangkan tentang tatacara solat, zakat, puasa dan haji. Tetapi al-quran menerangkan kesemua tatacara yang ada dalam kehidupan kita. Allah SWT menghina bagi orang yang tidak menjadikan al-quran sebagai pedoman hidup di dalam firmannya:

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya (tidak mengamalkan isinya), adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”. [TMQ al-Jumu‘ah (62):5].

Oleh itu, dengan hadirnya bulan Ramadhan dan hari Nuzul al-quran yang telah berlalu, maka penulis berharap agar ia dijadikan momentum kepada kita untuk segera menjadikan al-quran sebagai panduan hidup. Semoga kita tergolong sebagai hamba-hambanya yang memuliakan al-quran. Ameen.

Wallahu’alam

Read More..

Khamis, 18 September 2008

Tragedi Zakat – Bukti Kerosakan Sistem Kapitalis

Pada 15 September lalu, terjadi satu peristiwa yang menyedihkan sekali gus tragis apabila 21 orang mati gara-gara ingin mendapatkan zakat dari keluarga hartawan H.Syaichon. Penulis tidak ingin membahaskan kronologi peristiwa yang menyedihkan tersebut, kerana ia telah disiarkan dan maklumat telah diperoleh di pelbagai koran dan website di kebanyakan di Indonesia dan Malaysia (rujuk : detik.com). Namun, penulis berasa terpanggil untuk menulis dan membahaskan sedikit berkenaan kejadian tersebut dalam perspektif ideologi, iaitu dalam perspektif yang apa dan mengapa kejadian yang seumpama itu boleh berlaku, bagaimana penyelesaiannya dalam islam. Apakah kejadian seperti itu kita hanya melihat sebagai penonton, dan hanya boleh berduka tanpa memikirkan apa di sebalik peristiwa-peristiwa yang semakin hari, malah kejadian seperti itu menimpa kaum muslimin di seluruh dunia. Penulis yakin, ia adalah kerana olah dari tangan-tangan manusia itu sendiri, kerana tuhan Sang Pencipta Alam tidak pernah menzalimi hamba-hambanya, inikan pula melibatkan transaksi pembayaran zakat yang mencakup skop ibadah.

Seperti yang kita ketahui, bahawa sesungguhnya Negara Indonesia adalah salah satu negeri kaum muslimin (bilad islam), di mana pemerintah dan keamanannya berada di tangan kaum muslimin. Cuma saja, Indonesia seperti negara-negara kaum muslimin lainnya tidak menerapkan islam secara kaffah secara bernegara dan tidak boleh diklasifikasikan sebagai darul islam (pemerintah, keamanan dan hukum adalah islam). Ketika ditanya kepada keluarga H.Syaichon, mengapa mereka tidak menyerahkan sahaja kepada pemerintah untuk dibahagi-bahagikan kepada golongan dhu’afa tersebut, mereka menjawab bahawa mereka tidak mempercayai kepada pemerintah dan amanah yang mereka pegang akibat dari fakta dan kenyataan bahawa Negara Indonesia yang terkenal dengan angka rasuah, pecah amanah dan penyalahgunaan kuasa yang ada. Dari kenyataan yang ada, ini jelas menunjukkan kepada kita bahawa sistem kapitalis yang menjadikan sekularisme sebagai akar penopang akidahnya sudah semakin jelas kerosakannya dan tidak mampu menjadi penyelesaian kepada permasalahan umat, khususnya kaum muslimin.

Paradigma yang lain, kita dapat melihat bahawa angka kemiskinan di Indonesia adalah semakin hari semakin meningkat dan menyengsarakan walau ada pihak yang telah membuat bancian bahawa bilangan orang-orang miskin telah menurun sebanyak 1-2 persen pada penilaian lepas, namun penulis tetap yakin bahawa angka-angka tersebut tidak boleh mengaburkan mata umat bahawa kehidupan kini adalah sangat menyengsarakan. Umum mengetahui, bahawa kekayaan bumi Indonesia adalah sangat lumayan besarnya. Hasil bumi, bahan mentah serta kekayaan alam amat tinggi dan besar di Indonesia, namun disebabkan distribusi yang digunakan adalah menggunakan kaedah kapitalis, maka kekayaan tersebut tidak sampai ke tangan umat, tetapi hanya sampai kepada golongan tertentu sahaja yang dinisbatkan sebagai golongan kelas atas.

Jadi, penulis menyeru kepada kaum muslimin seluruhnya untuk segera melihat tragedi ini sebagai momentum untuk segera memperjuangkan penerapan syariah di dalam kehidupan. Cukuplah dengan apa yang telah menimpa kaum muslimin sehingga saat ini. Problematika yang menimpa ini adalah bukti bahawa jika kita tidak akan menjadi umat yang terbaik jika kita tidak menjadikan islam sebagai penyelesaian kepada manusia (mu’allajah lil masyakil lil insan). Oleh itu, penulis berharap agar kaum muslimin seluruhnya agar segera bangkit dengan asas kesedaran islam. Wahai teman-teman, para mahasiswa, para karyawan dan semuanya... ayuh, bangun dan bangkitlah untuk segera menyahut seruan islam. Allahu Akbar!

Wallahu'alam

Read More..

Rabu, 17 September 2008

Dwilogi Novel - Ketika Cinta Bertasbih

Ini adalah hasil karya Kang Abik setelah suksesnya AAC di lapangan sastera novel. Arkitek sastera novel ini begitu konferehensif serta kreatif dalam menggabungkan watak dan kultur masyarakat. Dinamika watak dan konflik yang melanda memang mengagumkan. Watak dan kepelbagaian alur ceritanya, sungguh menambah semangat dan ghairah bagi sesiapa yang membacanya. Ingin saya bertanya kepada kang Abik, bagaimana ilham ini hadir dalam diri anda? Ah, mungkin ia tumbuh dalam diri manusia-manusia yang punya keilmuan dan kemampuan mendalam terhadap kultur masyarakat. Hasil dari bacaan terhadap novel ini, ingin saya kongsikan beberapa pengamatan saya berkenaan watak-watak dan kronologi ceritanya.


Azzam – Kau ilhamku

Watak Azzam tidaklah seperti watak Fahri di dalam novel AAC yang agak suci dari kecenderungan dan kebiasaan manusia lainnya. Azzam adalah watak yang alami dan penuh dengan sifat-sifat kemanusiaannya. Tidak lepas dari kepelbagaian karektor manusia, watak Azzam hidup kerana kedinamikannya. Ini terbukti apabila ia boleh bersahaja bilamana ia beraktiviti dalam sehariannya ketika dalam hal jual beli, mengupah pekerjanya (membuat bakso). Dia boleh membuat humor, bilamana ia perlu. Ia boleh berpuisi, laksana jaguh puitis yang terkenal. Dia seorang motivator, yang telah berjaya memberi semangat dan dorongan kepada adiknya sehingga menjadi seorang novelis berjaya. Watak yang dilatarbelakangi oleh pendidikan agama terutama di Al-Azhar, Azzam juga seorang guru sekali gus Ustadz di Pesantren yang berjaya membuat hadirin pendengar terkesima oleh bekas Pelajar Al-Azhar ini. Dan jangan lupa, Azzam juga seorang businessman yang agak proffesional dan setiap langkah dan strateginya. Oleh itu, ambillah nila-nilai positif dari watak ini seperti kesungguhan, pengorbanan, kreativiti serta ketaatannya kepada orang tua sekali gus mencerminkan ketaatannya kepada agama.


Eliana – Pesona Cleopatra

Jika diteliti tentang para artis di luar sana, ada satu kesamaan d antara mereka yang membuat para pengamat aggree terhadap saya. Kesamaan itu ialah tentang kejelitaan paras rupa yang diletakkan terhadap zahir mereka. Entah, syarat utama bagi setiap watak utama haruskah memiliki wajah yang jelita sekali gus boleh menambat hati para penonton di luar sana. Inilah kriteria yang dimiliki oleh watak Iliyana, yang merupakan anak kepada Ketua kedutaan Indonesia di Mesir. Keanggunan dan watak yang penuh dengan aroma eksotik yang mengghairahkan ini membuatkan kita cuba mengimaginasikan zahirnya. Pernah cuba menggoda Azzam dengan pelawaan kissing, namun ditolak oleh Azzam dengan reaksi yang memeranjatkan watak ini sendiri. Siapa sih, yang tidak mahu kesempatan free yang diberikan oleh gadis rupawan? Ya, bagi mereka-mereka yang soleh pasti tidak tergoda insyaAllah. Akhirnya, watak Iliyana menjadi luhur dan kembali menongkah jalur islami sebagai seorang muslimah setelah kembali ke tanah air dan berjumpa semula dengan Azzam di tanah air.


Ayatul Husna – Pujangga Yang Memberi Inspirasi

Agak lama saya memikirkan untuk memberi gambaran sebenar tentang watak ini. Ini kerana, watak ini sangat menyentuh perasaan saya dengan sikapnya yang penuh romantis dan puitis. Rangkap syair yang dilantunkan olehnya pada malam itu, sudah cukup memberi imaginasi kepada kita bahawa Ayatul Husna adalah sosok Sang Pujangga yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia yang bangkit setelah kalah dengan persekitaran dan akhirnya jatuh kepada situasi penyesalan. Namun, penyesalan bukanlah pengakhiran, kerana dengan penyesalan timbul keinsafan yang akhirnya merubah 360 darjah sahsiyah beliau. Ayatul Husna, kau watak yang tidak terlalu jelita. Namun, engkau sosok yang penuh inspirasi sekali gus wanita solehah yang taat kepada agama. Mungkin kah watak ini ada di sekitar kita? Para ikhwan, lekaslah mengkhitbahnya jika dia ada di sekitar anda, kerana dia bakal melakar istilah “Baiti Jannati” dalam rumah tangga kalian kelak. Jujur, saya terpanah setelah membaca puisi dari Ayatul Husna di bawah ini, dengarkanlah wahai teman:

Kau mencintaiku
Seperti bumi
Mencintai titah tuhanNya
Tak pernah lelah
Menanggung beban derita
Tak pernah lelah
Menghisap luka

Kau mencintaiku
Seperti matahari
Mencintai titah tuhanNya
Tak pernah lelah
Membagi cerah cahaya
Tak pernah lelah
Menghangatkan jiwa

Kau mencintaiku
Seperti air
Mencintai titah tuhanNya
Tak pernah lelah
Membersihkan lara
Tak pernah lelah
Menyejukkan dahaga

Kau mencintaiku
Seperti bunga
Mencintai titah tuhanNya
Tak pernah lelah
Menebar mekar aroma bahagia
Tak pernah lelah
Meneduhkan gelisah nyala

Ana Althafunnisa – Keayuanmu Mempesonakan

Ana Althafunnisa, seorang gadis yang fasih dalam berbahasa Arab, Inggeris dan German sekali gus anak kepada seorang kiyai di Jawa. Gadis yang pintar dan berinovasi dalam bertutur kata. Pernah menjadi moderator di forum besar yang membuat para ikhwan tersihir dengan kejelitaan dan kesopanannya. Tidak banyak yang boleh saya lakarkan untuk watak ini, kerana watak Ana di dalam novel adalah cukup sempurna sebagai seorang muslimah. Tentu tidak berlebihan jika saya mengatakan bahawa sosok Ana adalah kriteria yang didambakan oleh seluruh kaum adam. Apakah termasuk saya? Mmm.. mungkin juga. Tapi, susahnya untuk mencarinya ya. insyaAllah, lelaki soleh itu kan untuk wanita solehah, dan begitulah sebaliknya. Maka dari itu, ukur baju badan sendiri ya! Moga nanti, kita ditemukan dengan Sang Bidadari dalam keadaan kita redha kepadanya dan dia juga redha kepada kita untuk dijadikan sebagai Ummul Bait.


Furqan – Belajarlah Untuk Berhati-hati dan Tawadhu’

Watak Furqan adalah pelengkap kepada silsilah watak di dalam novel ini. Seorang jaguh akademik yang telah selesai kuliah S3 di Al-Azhar dan sahabat kepada Azzam di Mesir. Kronologi dan alur cerita yang dilalui oleh Furqan pada awalnya amat sempurna dan membuat penulis berasa cemburu. Namun, semua itu berakhir tatkala tragedi yang menghampakan hidupnya menghantui segala percaturannya dalam kehidupan. Kita semua tahu, yang pada akhirnya tragedi itu bukanlah seperti yang dikhuatirkan, kerana ia sebuah rekayasa dan penipuan. Disebabkan sikap yang tergesa-gesa membuat penilaian dan hilang pertimbangan, Furqan tidak mengambil langkah bijak yang selayaknya dilakukan oleh graduan Al-Azhar ini. namun, begitulah seorang manusia, kuat di satu bahagian, namun tidak bererti ia sempurna di bahagian lain.


Konklusi dan Pengamatan

Oleh kerana novel adalah karya seorang manusia. Watak-watak yang ada adalah rekayasa Sang Penulis. Kronologi cerita adalah hasil daripada imaginasi pengkarya. Justeru itu, kita sebagai pembaca haruslah mempunyai satu penilaian dan mengambil inti hikmah yang terkandung di dalam setiap plot cerita untuk dijadikan sebagai ilham dan iltizam kepada kita di dalam kehidupan. Kultur masyarakat, emosi, kesinambungan plot dan sinopsis adalah kreativiti yang dilakukan oleh Sang Penulis novel yang begitu kreatif, yang sebenarnya ingin membawa Sang Pembaca ke arah penjiwaannya sendiri. Moga resensi ini, tidak menambah atau mengurangi makna dan inti pati yang diinginkan oleh Kang Abik (penulis novel) dalam penjiwaannya dalam penulisan.

Wallahu’alam

Read More..