Sekali lagi, novel dengan alur cinta telah menampilkan jalan yang berbeza. Tidak seperti novel Ayat-ayat Cinta dan ketika Cinta Bertasbih yang melakar cerita bersetting Mesir dan Jawa, tetapi kali ini Penulis, Hadi S.Kuly , menukil cerita bersetting Yogyakarta. Sungguh, cinta adalah anugerah terindah dari Sang Ilahi. Sebagai muslim atau muslimah, sewajibnya mensyukuri anugerah cinta dengan cara-cara elegan, cantik, dan beriman. Sayang, Wardah, puteri sang kiai, pengasuh pesantren kesohor kealimannya, gagal mengelola gelegar cintanya pada Fatih, santri pengarang kreatif dan sekaligus anak asuh keluarga kiai tersebut. Bahkan, dengan emosi membara, Wardah berjuang untuk membuktikan kepada Fatih bahawa tak sepatutnya Fatih menolak cintanya kerana ia putri kiai besar, cantik dan berpengaruh. Sayang, Wardah terhenyak dan tersungkur dalam permainan cinta. Emosi, nafsu dan cinta adalah elemen yang sungguh eksotik. Ia terjerembab ke jurang kelam penuh duri maksiat. Dan, siapakah yang mampu menyembunyikan aroma-aroma bau?
Peristiwa buruk yang dialami Wardah membuat Fatih merasa sangat bersalah pada sang kiai yang amat dicintai dan dihormatinya. Tapi, sang kiai menolak untuk menikahkan Wardah dengan Fatih kerana janin di rahim Wardah bukanlah anak Fatih. Kata sang kiai, setiap orang berhak mencintai dan dicintai bukan kerana keterpaksaan atau belas kasihan, tapi keikhlasan. Didukung tema kritis yang menukik, setting yang kuat, alur kisah yang penuh kejutan, konflik yang mengharu-biru dan dentuman-dentuman karakter tokoh-tokohnya detil, novel religius ini mampu menghadirkan banyak renungan bagi setiap pembacanya guna memaknai dan mensyukuri cinta dalam bingkai harmoni keimanan dan kearifan tradisinya. Suatu sikap hidup yang terkesan sederhana, bahkan “saking” sederhananya terlalu sering disepelekan, tapi justru majoriti kita boleh menjadi pecundang kerananya.
Di sela-sela tragedi yang menimpa, hadir pula peristiwa yang menyedihkan iaitu kemalangan telah menimpa Fatih, yang berakibat alur cinta tumbuh di halaman yang berbeza. Walau si burung tidak hinggap di sangkarnya, namun ia berhasil hinggap di jendela sang puteri di istana kaca. Tanpa Fatih sedari, doktor yang merawatnya telah menyamar dengan menghantar email dengan mengatasnamakan peminat novelnya, yang akhirnya ketahuan oleh Fatih yang berakibat berputiknya cinta. Akhir dari cerita, satu perasaan yang haru biru dialami oleh sang pembaca, apabila Fatih telah ditawarkan biasiswa belajar sebagai penulis di Australisa. Di tengah-tengah konflik yang melanda, membuah Fatih berada dalam keadaan yang dilema. Apakah dia harus menerima biasiswa dan pergi dengan meninggalkan beban konflik terhadap keluarga sang kiayi, ataukah di tetap di tanah air dengan terus berkarya dan membantu keluarga sang kiayi untuk menyelesaikan permaslahan yang ada? Untuk mengetahui dengan lebih lanjut kesudahan ceritanya, saya berharap para pembaca baca sendiri ok? Agar cerita yang asal dapat anda ketahui, tanpa mengurangi maksud sang penulis (Hadi S.Kuly). akhirul kalam, terima kasih kerana sudi menyempatkan masa membaca coretan resensi buku ini. semoga bermanfaat.
Nantikan Resensi sambungan dari novel ini, yang berjudul ....
Peristiwa buruk yang dialami Wardah membuat Fatih merasa sangat bersalah pada sang kiai yang amat dicintai dan dihormatinya. Tapi, sang kiai menolak untuk menikahkan Wardah dengan Fatih kerana janin di rahim Wardah bukanlah anak Fatih. Kata sang kiai, setiap orang berhak mencintai dan dicintai bukan kerana keterpaksaan atau belas kasihan, tapi keikhlasan. Didukung tema kritis yang menukik, setting yang kuat, alur kisah yang penuh kejutan, konflik yang mengharu-biru dan dentuman-dentuman karakter tokoh-tokohnya detil, novel religius ini mampu menghadirkan banyak renungan bagi setiap pembacanya guna memaknai dan mensyukuri cinta dalam bingkai harmoni keimanan dan kearifan tradisinya. Suatu sikap hidup yang terkesan sederhana, bahkan “saking” sederhananya terlalu sering disepelekan, tapi justru majoriti kita boleh menjadi pecundang kerananya.
Di sela-sela tragedi yang menimpa, hadir pula peristiwa yang menyedihkan iaitu kemalangan telah menimpa Fatih, yang berakibat alur cinta tumbuh di halaman yang berbeza. Walau si burung tidak hinggap di sangkarnya, namun ia berhasil hinggap di jendela sang puteri di istana kaca. Tanpa Fatih sedari, doktor yang merawatnya telah menyamar dengan menghantar email dengan mengatasnamakan peminat novelnya, yang akhirnya ketahuan oleh Fatih yang berakibat berputiknya cinta. Akhir dari cerita, satu perasaan yang haru biru dialami oleh sang pembaca, apabila Fatih telah ditawarkan biasiswa belajar sebagai penulis di Australisa. Di tengah-tengah konflik yang melanda, membuah Fatih berada dalam keadaan yang dilema. Apakah dia harus menerima biasiswa dan pergi dengan meninggalkan beban konflik terhadap keluarga sang kiayi, ataukah di tetap di tanah air dengan terus berkarya dan membantu keluarga sang kiayi untuk menyelesaikan permaslahan yang ada? Untuk mengetahui dengan lebih lanjut kesudahan ceritanya, saya berharap para pembaca baca sendiri ok? Agar cerita yang asal dapat anda ketahui, tanpa mengurangi maksud sang penulis (Hadi S.Kuly). akhirul kalam, terima kasih kerana sudi menyempatkan masa membaca coretan resensi buku ini. semoga bermanfaat.
Nantikan Resensi sambungan dari novel ini, yang berjudul ....
0 comments:
Catat Ulasan