Di seluruh dunia, sudah tidak aneh jika bangsa asing berada dan tinggal di negara lain. Amerika misalnya, penduduk yang bukan pribumi tinggal di sana seperti negro, orang arab (arabian), orang eropah (Itali, Perancis, Belanda dll), yahudi (ini bangsa yang mendominasi kini) telah tinggal sejak beberapa abad yang lalu. Mereka tinggal, bekerja dan berkeluarga di sana, sekali gus bersosial dengan penduduk asalnya.
Kini, kondisi dan situasi seperti itu sudah menjadi alami di mana-mana termasuklah orang-orang bawean yang berhijrah dan duduk tetap di negara Malaysia. Bapa dan ibu saya yang berhijrah ke Malaysia pada awal tahun 1980. Saya lahir dan dibesarkan di sini (Malaysia) dengan darah dari keturunan orang Bawean. Setelah lama menetap di sini, akhirnya orang tua saya mendapat PR (kependudukan tetap : IC Merah) di Malaysia. Manakala saya, tumbuh dan bersosial di negara ini tanpa saya melupakan bahasa Bawean itu sendiri, karena kedua orang tua sering berkomunikasi bahasa tersebut ketika di rumah. Maka tidak hairanlah, jika ramai yang aneh ketika saya mampu berbahasa Bawean ketika saya pulang ke Bawean baru-baru ini. Jangan hairan, karena Gola-Gong (penulis Proffesional Indonesia) berkata, bahawa sesuatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang itu akan melahirkan apa yang lebih dari bakat.
Hakikatnya, perjalanan hidup keluarga saya adalah hampir sama bagi kebanyakan orang-orang Bawean yang ada di sini. Mereka datang ke sini adalah untuk bekerja dan mencari rezeki pada awalnya. Lalu, setelah mereka menikah dan berkeluarga, mempunyai anak dan dibesarkan di sini, tinggal sementara dan akhirnya tinggal lama, kenal hanya orang-orang Bawean lalu kenal semuanya, ia sudah menjadikan mereka betah dan memilih untuk terus tetap tinggal dan bersosial di sini tanpa melupakan tanah air mereka Bawean. Akhirnya, situasi itu berkembang dari satu keluarga hingga keluarga lain, dari satu keturunan hingga keturunan selanjutnya, yang pada akhirnya mewujudkan satu komunitas yang besar dan mereka bisa melaksanakan adat dan kebiasaan di Bawean di sini.
Penduduk Bawean di sini sememangnya unik. Walaupun bangsa Indonesia yang ada di Malaysia tidak hanya orang-orang Bawean, kerana ada bangsa lain seperti Jawa, Madura, Aceh dan banyak lagi, tetapi bangsa Bawean di sini agak unik keberadaan dan bentuk interaksi sosialnya. Orang-orang Bawean dipanggil dengan panggilang ‘orang boyan’ di sini. Mereka bangsa yang jarang bersendirian, tetapi berada dalam satu komunitas bangsanya sendiri. Jika anda ingin datang ke Malaysia dan ingin berkunjung ke tempat-tempat yang dipenuhi oleh kebanyakan oleh orang Bawean di antaranya adalah: Kampung Pandan, Lembah Jaya, Keramat, Ulu Kelang, Balakong dan banyak lagi. Kebiasaan masyarakat Bawean di sini adalah mengadakan rapat (meeting) ketika hendak membincangkan sesuatu masalah atau agenda. Mereka sering berkunjung di antara satu sama lain, membuat acara kesyukuran di rumah-rumah, tolong menolong ketika ada acara pernikahan, dan banyak lagi yang semua itu tidak dilakukan oleh bangsa-bangsa lain khususnya masyarakat Malaysia sendiri.
Memang tidak dinafikan, di sebalik pro adanya kontra, karena ia suatu yang alami di mana-mana. Manusia bukanlah malaikat yang selalu tunduk dan patuh kepada perintah tuhanNya. Kebiasaan yang aneh-aneh dan di luar amalan syariat tidak terlepas dari amalan sekelompok kecil orang Bawean. Kepercayaan khurafat dan mistik yang bisa merosakkan akidah masih ada pada sekelompok kecil orang Bawean. Saya sendiri, satu ketika dulu pernah diajarin perkara yang aneh-aneh oleh orang Bawean yang menetap di sini, namun saya gak terus mengambil dan mengamalkannya. Tetapi, saya malah justeru mengukurnya dengan garis panduan syariat islam. Apakah bisa atau sebaliknya. Ternyata justeru semua itu adalah amalan yang bisa membawa pengamalnya ke lembah mensyirikkan Allah SWT. Na’udzubillah Min Dzalik. Namun, tidak adil jika ia dilekatkan hanya pada masyarakat Bawean yang kecil itu, kerana perkara seperti berlaku di mana-mana oleh bangsa lain. Hatta, orang-orang Amerika yang moderan itu sendiri masih banyak mengakui dan mengiktiraf perkara-perkara yang mistik dan ghaib. Buktinya, filem-filem yang dihasilkan di sana, banyak yang berbaur horor.
Masyarakat Bawean di sini, hampir keseluruhannya bekerja sebagai buruh kasar (pekerja kontrak) di bangunan-bangunan pencakar langit. Memang tidak ada siapa dapat menafikan, bahawa gedung-gedung tinggi di sini banyak yang dibina oleh orang-orang dari Indonesia termasuk orang Bawean. Kerja dan kemahiran mereka memang pada perkara-perkara yang melibatkan pertukangan. Jadi, di ruang-ruang masa yang kosong dan waktu lapang, mereka akan bertemu dan bermain sesuatu yang menghiburkan seperti bermain catur (chess), karembol (carem), badminton dan sepak bola. Kalau tak percaya, silakan saja datang ke Kampung Pandan tempat saya tinggal. Di sebelah malam, orang-orang Bawean akan menghabiskan masa bermain catur dan ngobrol di satu tempat yang sudah biasa mereka berkumpul. Jika ada perlawanan sepak bola di antara gergasi kelab ternama, maka mereka akan duduk di restoran sambil minum ‘teh tarik’ sehingga perlawanan habis. Ada yang lebih ekstrem, sanggup duduk lama di restoran dan ngobrol dan nongkrong sampai pagi dengan hanya berbekalkan duit RM1 (harga teh tarik satu gelas RM1).
Begitulah sekilas pengalaman dan pengamatan saya sebagai salah seorang warga berketurunan bawean yang berada di Malaysia. Pro dan kontra sering berada di mana-mana. Namun, masyarakat bawean masih banyak yang mempunyai muyul (kecenderungan) islam. Mendidik anak-anak dengan agama masih kuat dipraktikkan oleh mereka, walau tidak dinafikan sudah banyak anak-anak Bawean yang ‘rosak’ karena tidak ada didikan agama dari orang tua mereka. Namun, saya masih bersikap optimis dan berharap agar masyarakat Bawean di sini menjadi salah satu dari bahagian dari kaum muslimin yang menjadikan islam sebagai ‘way of life’, iaitu sebagai panduan di dalam kehidupan. Agak menyedihkan, jika islam hanya menjadi rujukan di dalam masalah ibadah seperti solat, puasa, zakat dan lainnya, tetapi ketika berkomunikasi dan berinteraksi atau bermuamalat dan bersosial tidak menggunakan islam sebagai cara hidup. Dari aspek yang lebih luas, islam memberi panduan dan solusi di bidang perekonomian, pendidikan, sosial dan pemerintahan. Oleh itu, sudah selayaknya, mulai dari individu, masyarakat dan negara menanamkan niat dan usaha untuk segera kembali ke jalan yang diredhai Allah seperti mana yang telah berlaku pada umat-umat terdahulu. Allah SWT berfirman:
“Pada hari ini, orang-orang kafir telah berputus asa daripada agama kamu, maka jangan kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada Aku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu dan telah Aku cukupkan bagi kamu nikmat-Ku dan telah Aku reda Islam itu menjadi agama kamu. (TQS Al-Maidah[5]: 3)
Wallahu’alam...
Rabu, 3 Disember 2008
Sekilas Tentang Orang Bawean Di Malaysia
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
2 comments:
Assalamualaikum, ya akhi... Enta beruntung kerana masih menguasai bahasa Bawean. Ana, walaupun berketurunan Minang di sebelah Mak, namun tidak mengetahui loghat Minang. Loghat Negeri Sembilan sememangnya tidak sama dengan Minang.
Hubungan dengan saudara di Sumatera pun sudah terputus semenjak bapa kepada moyang ana berhijrah ke Tanah Melayu...
Satu perkongsian yang santai dan bermanfaat, terutama dalam memahami masyarakat kita yang majmuk ini...
Wallahu'alam...
w'salam sahabatku,
terima kasih di atas coretannya. xpe, anta x dpt kuasai bahasa minang pun xpe. yg penting anta dpt kuasai bhs arab k. nanti kita test sama2, bhs arab kita, hehe. Ana nyer bhs arab dh agak berkarat le. Sbb byk sahabat yg mampu berbahasa arab dh dok berjauhan.
So, hari2 ckp bhs BM, BI, BB jelah. kuang2.
Wassalam...
Catat Ulasan